Jumat, 25 Januari 2013

Sama-sama Manis: Esemku Dan ESEMKA!

Subuh tadi, mobil Esemka Solo sampai didepan Tugu  Proklamasi Jakarta. Tujuan rombongan 7 mobil ini jelas: uji kelayakan emisi untuk jadi nominator mobil nasional, yang akhirnya bisa dipatenkan dan dipasarkan ke masyarakat luas. Menarik! Itu kata awal yang saya tangkap. Menarik, karena mobil itu jadi konsumsi pembicaraan umum beberapa pekan yang lalu. Menarik karena mobil berplat AD 1 itu dikendarai wakil Walikota, Rudy dan Pakar telematika Roy Surya.Menarik pula karena saya domisili di kota ini (kalu ini tak menarik ya).
            Sebenarnya, mobil ini biasa saja secara prejengan. Maklum orang Jawa kalau bicara bentuk, wajah pasti yang teringat adalah “prejengan”. Saat saya berkesempatan melihat dan menyentuh mobil itu yang setiap hari Ahad dipajang didepan rumah dinas pak wali. Masyarakat bisa bertanya langsung pada sales-nya, kalau pas ada. Kebetulan pak Joko Wi, Walikota Solo, sukarela jadi sales mobil itu, atau sekedar test drive. Mubeng-mubeng sebentar dihalaman rumah dinas pak wali yang megah dan artistic. Mungkin saya nilai tujuh saja, maaf kalau pelit, memang kenyataannya begitu.
            Tapi yang menjadi mobil Esemka ini terasa istimewa, selain buatan anak-anak SMK 2 Solo, mobil ini yang promosi habis adalah pak Walikota yang paling terkenal diseluruh Indonesia. Kadang Ia sosok yang kontroversi, karena beberapa kali harus ‘bertengkar” dengan atasannya. Ia adalah sosok yang tegas, namun penuh perhitungan. Pendekatan dengan rakyatnya memakai “hati”.Saya ingat betul saat penertiban PKL diwilayah solo yang adem ayem jauh dari demo, kekerasan atau protes masyarakat. Karena resepnya apa? Para pedagang diajak diskusi dengan makan sego kucing dan wedhang jahe, lesehan. Budaya Jawa yang sangat disuka. Bincang hangat, sambil dengankan perkataan warga dan pimpinan, sambil makan-makan gratis lagi. Solusi yang indah, semua nyaman, tenang dan damai. Tak terbayang itu ditempat lain, saling teriak, pukul, tangis, hujat dan terlihat nelangsa bila sudah pakai kekerasan.
            Pak Joko Wi ini, juga tak segan berseteru dengan pimpinannya saat ia merasa benar. Teringat saat cagar alam, Jejak masa lampau yang menjadi situs sejarah akan dijadikan hotel, yang sudah direkomendasi atasan. Pak Walikota ini meradang langsung bilang tak setuju, dan akrirnya ramai benar di media masa.
            Pun. Ketika mobil Esemka ini jadi mobil dinas Walikota dan wakilnya, ini sebuah langkah berani. Karena mobil yang sebenarnya terlihat sederhana dan “murah” menjadi kendaraan pejabat si Solo. Semua orang ramai memperbincangkan dan memuji langkahnya. Apa yang dikatakan oleh atasannya setelah wartawan menanyainya (seneng betul wartawan “ngadu” dua tokoh ini karena tahu mereka saling berseteru)? “Mobil elik ngono dienggo,..”  (mobil jelek gitu dipakai,..) katanya,..qiqiiqi kamipun terbahak mendengarnya.
            Sayapun tak habis pikir saat watawan yang hobi kroscek (males bilang “ngadu” lagi) sama pak gurbernur propinsi sebelah yang sepertinya jengah saat Pak Joko Wi ini dijagokan entah sama siapa menjadi gubernur di Propinsi di wilayah situ. Katanya dengan bahasa bebas saya; “lha kalau cuma buat mobil aja sipiiil, keciil. SMK tempatku bisa lebih hebat, karena bisa membuat pesawat terbang,.. itu lho SMK mana ya wilayah timur selatan utara atau mana saja, wis pokoke intine lebih hebatlah,.” Plok.,..plok plok,,, pokoke wartawan sukses beratlah kalau suruh urusan begitu. Heiran seperti kisah telenovela,  orang-orang creative, innovative kok banyak “musuh”nya ya..mirip brambang bawang,..eh  kisah Bawang merah. Bawang putih,..
            Pernah beberapa kali saya buat status tentang jenang (bubur) gratisan, yang dibagikan pada masyarakat Solo tepat hari Ultah kota ini ke 267. Sepuluh ribu bungkus, habis tanpa sisa saya tak dibagi. Lucunya acara Ultah itu diawali upacara di Lapangan Sriwedari dengan bahasa Jawa,..hehehe saya saja  tak mudeng semua artinya saat nonton live ditelevisi. Sebuah trobosan unik, karena semua persertanya pakai adat jawa. Hampir tiap bulan ada karnaval meriah dipusat kota yang asri. Pak Joko Wi ini pembawa perubahan dasyat kota ini.
            Namun “tak ada gading yang tak retak”. Apapun dibalik kehebatan atau sukses seseorang tentu masih juga ada suatu yang terselip. Ah,.kenapa iya harus di”jamasi”, dimandikan mobil itu dengan air tujuh rupa dan kembang setaman sebelum berangkat ke Jakarta. Semoga hanya simbolik saja, tak ada maksud untuk syirik. Bagaimanapun saya memandang ini sebagai masyarakat pinggir pesantren. Jika tak hati-hati menyikapi sesuatu, yang terjadi hal yang tak berkah. Akulturasi, interelasi budaya dan agama memang menjadi bias, kadang terkesan dicampur adukan, meski mau tak mau suka tak suka itu bisa terjadi dimasa lampau dan kini. Semoga hal terbaik, juga terbijak bisa dilakukan oleh semua saja. Tapi yang pasti, Esemku dan ESEMKA sama-sama maniiis, tak percaya, buktikan sendiri saat saya berkesempatan berfoto dengannya,…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar