Sabtu, 22 November 2014

ENGKAULAH IBU HEBAT SEPANJANG HAYAT


            “Buku terbaru apa yang terbit lagi, nduk?” Tanya ibu saya suatu hari. Kupandangi wajah keriputnya. Sisa-sisa kecantikannya masih tergambar dengan jelas. Entah kenapa ibu selalu mempunyai semacam sinyal jika ada buku terbaruku yang akan terbit. Beliau akan sangat sumringah menerimanya. Saya tidak tahu jika sebenarnya ibu selalu saja menceritakan pada kerabat, tetangga kami dulu (sebelum beliau pindah ke rumahnya kakak perempuanku) dan teman-temannya dengan mata penuh binar dan kebanggan meluap tentang apa yang saya kerjakan beberapa tahun terakhir. Padahal apalah saya,..

            Sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara, dimana hanya dua orang saja wanitanya dan sisanya saudara kandung laki-laki, tentu penuh warna perjalanan kehidupanku. Untuk tetap eksis menjalani sekolah sampai sarjana, sepertinya ‘penuh perjuangan’. Bagaimana tidak, saya menjadi yatim sejak usia 7 tahun. Ayah meninggal saat beliau berusia 43 tahun,. Alhamdulillah-nya, ibu menjadi seorang guru pada sebuah sekolah menengah pertama negeri di kotaku, Yogyakarta. Meski tersaruk, bayangkan 7 anak, hampir semuanya menyelesaikan kuliahnya.


Foto bersejarah saat adik bungsu lahir, dalam formasi lengkap

            Ibu seorang yang tangguh. Menggiring 7 anak dengan karakter berbeda, apalagi saat belum ada yang lulus kuliah, beliau sudah akan pensiun. Semua anak hampir berpandangan, menyelesaikan sekolah dengan apa? Entahlah dengan hutang sana-sini, mencukupi kebutuhan sehari-hari dan uang SPP kami, apalagi sebagai single parent. Hanya Allah yang sepertinya membantu kami, ini rahasiaNya, Dia membantu kami dari arah yang tak disangka-sangka, entah depan, belakang, bawah dan tentu dari arah atas…

            Satu kata yang sebenarnya bisa kuungkap dari seorang ibu. Tak pernah marah, sabarnya tak terhingga, sangat jauh dari sifat saya yang sering naik darah dan begitu emosional, yang ternyata sifat ini menurun dari ayah saya. Hanya saja, saya dan ibu kadang dan bahkan sering berbeda pendapat tentang sesuatu,..hmm bahkan banyak hal!

            Ternyata, ada sifat pertahanan diri saya ini  terbentuk semenjak ayah wafat, dan ini tidak saya sadari. Begitu ingin menyembunyikan kesedihan, tak bisa urai dengan siapapun juga termasuk keluarga dan ibu semenjak kecil. Ibu yang ingin tetap menghidupi kami dengan cara apapun asalkan halal hingga kami bertujuh tak kelaparan. Hanya saja terkadang persinggungan dengan teman-teman atau koleganya yang kerjanya bak seperti makelar yang menjual tanah, rumah bahkan kadang benda-benda antic masalalu, membuat saya tidak terlalu suka. Buat saya, sambilan seperti itu tidak bermanfaat, menghabiskan banyak waktu dan tidak membuahkan hasil apapun, bahkan kadang tekor karena sering terkena tipu temannya. Dan anehnya, beliau tak pernah gentar dan surut semangat dengan upaya mencari tambahan rezeki dengan jalan seperti ini, mungkin sudah menjadi hobinya, mungkin. Dan inilah membuat saya sering silang pendapat dengannya.

            Hidup memang berjalan. Tak seharusnya disesali jalan hidup seperti apa yang kadang tak kuingini. Sejak kecil memang kami hidup dengan ‘cara’ kami masing-masing untuk bertahan. Hampir semua kakak-kakakku dan adikku lulus sarjana dengan perjuangan yang penuh warna, kebanyakan dari  mereka bekerja sambil kuliah, sepertinya cara lain untuk mengharap uang turun langsung dari langit memang tak pernah terjadi. Kami seolah paham, memang berbeda dengan anak-anak lain dengan keluarga utuh dan kecukupan. Merengek pada ibu untuk biaya ini –itu tentu sudah tak mungkin kami lakukan, sudah cukup ‘derita’ ibu mengasuh dan membesarkan kami semua.

            Dan akhirnya, hampir semua dari kami ‘jadi’. Kebanyakan memang menjadi dosen disebuah universitas negeri, jika bukan dari kami, pastilah dari pasangan kami. Lalu saya? Hanya bekerja sebentar pada sebuah lembaga pendidikan computer, kemudian tak tahan melihat anak pertama saya yang kala itu masih bayi, tiap hari dititipkan pada tetangga, maklum di Kota Solo, saya dan suami memang bak ‘anak tiri’, tak ada saudara. Maka dengan kesadaran penuh, saya menyatakan saat itu berhenti bekerja diluar rumah, dan focus mengasuh anak-anak yang akhirnya berjumlah 3, dan biarlah suami yang menghidupi kami, sebagai seorang Dosen di PTN di kota Solo.

            Meski sempat merasa tidak berguna, tidak merasa keren dan tak mempunyai penghasilan sendiri, namun tetap niat tetap kuat bulat untuk tak bergeser dan beranjak dari rumah untuk membantu mencari rezeki. Lalu apa tanggapan ibu?
            Sama sekali tidak pernah mengusik keputusan saya sebagai seorang lulusan perguruan tinggi negeri yang hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Bahkan hanya sekedar bertanya, “Kenapa tidak mencoba pekerjaan lain? “ atau hanya mengingatkan posisi saya, “Ndak malu menjadi sarjana pengangguran saja?”
            Ibu tetap tersenyum, walau mungkin dalam hatinya menginginkan saya mengembangkan potensi yang ada. Beliau menerima saya dan cucu-cucunya bak ‘keluarga istimewa’ saat mengunjunginya di Yogya. Dan hebatnya, dari dulu sampai sekarang selalu menghargai sekecil apapun prestasi yang kami dapatkan, entah hanya ikutan lomba antar RT, RW, Kecamatan, tentu tingkat provinsi. Ohya sampai lupa, kami sebenarnya adalah keluarga seniman. Ada tiga dari keluargaku yang menjadi pengajar di Universitas dalam bidang Seni, entah desain grafis, desain interior,  atau seni patung. Bukan Cuma itu, keluarga besar kami, seperti Pakde dan ponakan-ponakan dari  keturunan nenek saya, bekerja pada bidang yang sama, bisa melukis dan perupa. Yang membanggakan pakde pernah menerima penghargaan tertinggi dari pemerintah atas dedikasinya merancang ORI (Oeang Republik Indonesia) untuk pertama kalinya!
            Maka jangan heran di buffet ruang tamu keluarga, berjejer puluhan piala dari ratusan lomba melukis dari keluarga kami. Tapi jangan salah, hampir tak ada satupun piala saya. Kok bisa? Ha ha ha sayang sekali bakat itu hampir sama sekali tidak menyentuh saya. Mungkin sedari kecil ketertarikanku dalam bidang lain, berpuisi, ikut kelompok paduan suara dan menari dan membaca-baca karya sastra. Ibu tidak pernah kecewa denganku, sekecil apapun upaya yang kulakukan selalu beliau dukung. “Ayo Candra, kamu pasti bisa!”, sambil memelukku ketika saya akan pentas entah ditelevisi local maupun dalam sebuah acara kecil-kecilan.

            Peluk, cium dan dorongan yang begitu kuat dari Ibu saya selalu mengalir sampai kini. Tidak pernah mengumpat, membanding-bandingkan dengan kakak-kakak lainnya, meski ‘miskin’ prestasi, selalu yang dikatakan,”kau-lah anak kesayangan ibu..”, padahal tiap anak mungkin kalimat itu selalu mengalir dibibirnya.

            Hingga pada satu titik tak terduga dari sebuah penantian panjangku mengenali potensi diri yang tertutup rapat sejak berpuluh tahun. Ya, menulis. Walau saat awal kutunjukan hasil menulisku membuat beliau berbinar-binar ceria, namun keceriaannya tak berkurang saat lebih dari sepuluh buku hasil karya saya kusodorkan pada beliau. “Tahu tidak, temanmu masa remajamu Dewi, juga Mbak Nunik saudara sepupumu , kemudian Gurumu saat SMP, Bu Veronika, teman-temanmu yang lain  selalu menanyakan kamu, setelah kuberitahu jika sekarang kamu menjadi penulis..” Wajah bangganya tak bisa disembunyikan dari seorang Ibu.

Aku dan Ibuku tersayang, ternyata kami 'manis' semua..

            Saya tersenyum. Entahlah, membuat seorang ibu berbangga dan berbahagia itu sebenarnya sederhana. Bukan sodoran harta yang melimpah untuknya. Sikap baik, sopan menghargainya sebagai seorang Ibu dan melejitkan potensi positif akan menyejukkan hatinya. Sebuah buku yang berjudul “Kisah Ibu Hebat Sepanjang Hayat”, beberapa waktu sudah kutulis. Berharap sungguh buku itu terbit tidak terlalu lama lagi. Semoga buku itu hadir pada saat yang tepat, dan masih diberi kesempatan dibaca oleh wanita-wanita yang kukasihi, karena memang kupersembahkan untuk ibu-ibu hebat sepanjang hayat, terutama ibu saya, Ibu Marsilah Sudewo dan ibu mertua, Siti Muthmainah…
           
 Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera http://abdulcholik.com/2014/11/03/kontes-unggulan-hati-ibu-seluas-samudera/







Selasa, 18 November 2014

Gagal Narsis



Piknik bersama keluarga itu menyenangkan, apalagi melihat diorama di Taman Pintar, Yogyakarta, seperti yang dilakukan Tom Gembus dan keluarga yang kebetulan domisili di Solo. Saat  memasuki diorama yang tingkat pencahayaannya rendah, pandangan Cempluk, istrinya tertuju pada sebuah patung seorang tokoh didepan pintu masuk, langsung hobi narsisnya kumat.
“Mas, tolong foto saya bersama patung ini dong..” Pinta Cempluk pada suaminya. Ia langsung ambil posisi tersenyum lebar sambil memeluk patung tokoh itu. Semenit, dua menit berlalu, tak ada reaksi suami menurunkan hapenya seperti posisi motret.
“Sudah belum mas, kok lama sekali sih, ‘selak garing’ mulutku tersenyum” . Protes  Cempluk.
“Hah, ada apa?” kata Tom Gembus dengan posisi sama seperti tadi, Hapenya terangkat keatas.
“Lha dari tadi apa sampeyan ndak motret aku?”. Tom Gembus menggeleng. Dia mengatakan kalau dari tadi SMS temannya, karena pencahayaan pada ruangan diorama itu rendah, maka ia mengangkat hape-nya tinggi-tinggi, agar lebih dekat dengan lampu atas.
“Tiwas, isin mas, dari tadi senyam-senyum sambil peluk patung, dilihatin pengunjung lainnya lagi, jebul..”
“Lha gimana, saya potret sekarang ya?” Hibur Tom Gembus hibur istrinya, karena dari tadi tidak ‘ngeh’ atas permintaaan istrinya.
“Ogaaaah!”, jawab Cempluk menjeb sambil berlalu.

Dimuat di Solopos pada rubrik Ah Tenane tanggal 20 November 2014


Kamis, 13 November 2014

PENGHUNI SURGA: ORANG YANG TAK PERNAH DENGKI


Ada yang bercerita kepadaku tentang seseorang yang menjadi pembicaraan di "komunitas" nya, padahal ia sudah keluar kerja disana, mencoba mencari peruntungan hidup dan kembali menata perekonomiannya dengan dulu teman sejawatnya. Apa yang dilakuannya menjadi pembicaraan heboh, seolah mereka tetap tak terima temannya terpuruk itu berusaha bangkit, apalagi terlihat berkomunikasi dengan teman sejawatnya dulu.
Hidup itu memang aneh.
Penyakit Senang jika melihat temannya susah, dan Susah jika temannya senang, seolah tak mengenal posisi, apa dia orang yang 'paham' agama atau tidak, hati-hati dengan penyakit dengki..
Ada sebuah kisah menarik, yang selalu menjadi referensi saya jika rasa 'dengki' itu menyerang. Rasulullah dalam suatu kesempatan berkata pada para sahabatnya saat dimasjid."Sebentar lagi ada calon penghuni surga yang akan masuk masjid.." Para sahabat menunggu, siapakah seorang yang akan masuk kemasjid berikutnya. mereka menduga sosok yang terlihat perlente, alim, berpenampilan menarik dan lain sebagainya. Namun ternyata seorang yang dengan sosok biasa saja dan sederhana, sedang menjinjing sandalnya dengan air yang masih membasahi wajahnya, karena sehabis berwudhu. Para sahabat diam saja, mereka menegira Nabi SAW salah orang. Namun setelah tiga kali berturut-turut Rasulullah mengatakan hal yang sama dan ternyata orang yang dimaksud adalah orang yang sama, maka salah satu sahabat bernama Abdulah ibn Amr tak tahan untuk menyelidiki orang itu.
Setelah diperbolehkan menginap selama 3 hari dirumah orang itu, dengan alasan sedang ada masalah dengan keluarga, Abdullah bin Amr melakukan penyelidikannya, apa yang akan dilakukan orang itu sampai ia dikatakan oleh Rasulullah sebagai Penghuni Surga..
Ternyata Abdullah bin Amr kecewa. Orang itu dalam kesehariannya seperti orang biasa saja, bahkan bisa dalam sehari orang itu tidak berpuasa sunah atau bahkan tidur nyenyak dimalam hari, tidak melakukan shalat malam! Di pasar, ia melakukan transaksi jual beli seperti biasa saja, normal. lalu mengapa Rasulullah mengatakan demikian.
Hari ketiga, Abdullah bin Amr berpamitan dengan orang itu, dipuncak tidak tahan untuk bertanya ia berkata, "maaf, saya mendengar dari Rasulullah jika Anda-lah yang dimaksud calon penghuni surga, namun setelah beberapa hari saya mengamati ternyata tak ada hal yang istimewa dengan Anda, adakah Anda menyimpan rahasia lainnya?"
Orang itu mengernyitkan dahi. Sambil menghela nafas ia berkata, "Sebenarnya tidak ada istimewa dalam diri saya, apa yang kamu lihat, itulah saya!" katanya mantap. Abdullah bin Amr, benar-benar patah arang. Tapi kemudian orang itu melanjutkan perkataannya. "..tapi ditambah sedkit lagi, saya TIDAK PERNAH MERASA IRI DENGKI dengan kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain, sayapun juga berupaya jujur dalam setiap aktivitas saya, dan mungkin itu maksud Rasulullah".
Abdullah bin Amr tersenyum lega, ia tahu apa yang dimaksud Rasulullah memang benar adanya, Para Penghuni Surga itu salah satunya orang tak tidak pernah dengki..
Belajarlah untuk menata hati, ikut bersyukurlah jika orang lain mendapat kebaikan, kenikmatan, bahkan doakan juga untuk mereka, karena Malaikatpun akan berbisik ikut mengamini dan berkata,"Semoga hal ini akan terjadi pula kepadamu.."
Belajar untuk tidak mendengki bukan hal yang mudah jika itu sudah mendarah daging, tapi bukan berarti tak bisa, apalagi itu akan berupah surga..
***di-sari-kan dalam buku Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat by Candra Nila MD

Senin, 10 November 2014

Teman Ajal


    Tiba-tiba perasaanku tercekat. Berita duka salah seorang pembimbing skripsiku membuatku sangat galau, bagaimana tidak, munaqosah alias pendadaran skripsi sudah didepan mata, dan bukan hanya itu, sosok dosen itu sangat membekas dihati..
    Hmm..jangan berpikir jika ia seorang yang tampan atau bergaya ya, bukan itu maksud saya, beliau adalah sosok yang baik dan suka menolong, terutama pada mahasiswa yang tengah kebingungan dengan skripsinya, Murah senyum dan yang sangat menyolok adalah tangannya yang selalu memegang benda bulat kecil yang selalu diputar-putarnya. Ya, tasbih. Dosen muda itu mengajar dengan berdzikir...
    Hanya bertanya: Jika njenengan berdzikir, dalam kondisi apa? Shalat? sedih? duka? apakah itu cukup?.
    Belajar dari kisah di masalalu soal dosen saya itu membuat saya terhenyak. Mengapa kita begitu pelit melafalkan dzikir, kalimat thayibah, tasbih, tahmid, tahlil, istighfar dan hanya mendengungkannya pada saat-saat tertentu saja. Padahal Dalam surat an Nisa ayat 103 mengataan: Ingatlah Allah pada saat duduk, berdiri atau berbaring. Cara termudah termurah mengingatNya adalah dengan berdzikir.
    Jadi, jangan khawatir Anda terlihat sedang berdzikir walau tengah mengajar, berjalan, duduk mengerjakan sesuatu, menyetir, berbaring sebelum tidur, memasak, memperbaiki sesuatu ngontel (seperti saya), bekerja, sedang berbicara pada teman bahkan sedang..fesbukan! Hingga tak perlu malu dikatakan: sok sucilah, sok agamis-lah, sok sudah sadarlah, lha wong dzikirnya hanya dalam hati, karena memang itu pekerjaan tersembunyi..
    Lalu apa sih untungnya dengan berdzikir? Sangat luar biasa! Bisa menjadi lebih santun, mengerjakan sesuatu dengan dipikir terlebih dahulu, apalagi saat bicara dan menuliskan sesuatu, terhindar dari hasad, iri, dengki, suka melukai orang lain, menjadi lebih syukur dengan pemberianNya. qonaah, terhindar banyak marah, tidak takut atau khawatir tentang sesuatu secara berlebihan,lembut hati, jauh dari rasa sedih dan merasa ditemani, bukan hanya ditemani kerabat, keluarga, rekan tapi Dia Sang Penjaga Hati dan Kehidupan!
    Berdzikirlah sebisanya mulai saat ini juga, jangan khawatir saya tidak bisa melihat Anda sedang berdzikir, jika njenengan malu. Dan percayalah "Ingatlah Allah maka hati akan menjadi tentram" (Ar-Ra'd:28) dan implikasinya, Allah juga akan mengingatmu, mengiringi langkahmu dan berada diseputarmu. Kumpulkanlah dzikirmu, istighfarmu, kalimat thayibahmu, sebagai persembahan meringankan hisabmu diakherat kelak,..dan jika malaikat Izrail mendatangimu dan bersiap menjemputmu, biarlah dzikir itu adalah ucapan terakhir yang njenengan sebut, menjadi teman ajalmu, karena kata-kata itu sudah terbiasa dilafazkan, jadi mudah dan tak gagap terucapkan..
    ***Berdzikirlah mulai sekarang, dalam setiap helaan nafasmu.. (jangan malu karena saya tidak melihatmu)..

Sabtu, 08 November 2014

ANTARA ANDY F NOYA, RAMA DAN SAYA

Graha IAIN Solo begitu sesak pagi itu. Acara yang seharusnya dimulai pukul 8 pagi, ternyata baru dimulai sekitar pukul 9.30. Mengapa mereka tetap antusias menanti, padahal acara Talk show dengan mengusung tema "Membaca Sebagai Gaya Hidup" sepertinya biasa-biasa saja, jika hanya diisi oleh pemateri yang kurang dikenal masyarakat. Lalu, mengapa menjadi sangat istimewa, padahal mereka harus merogoh kocek sekitar 50 ribu-100 ribu, untuk antisipasi mbludaknya peserta, yang tak terbayangkan jika acara tersebut gratis tis, tak bisa tertampung tuh gedungnya. Jawabannya tentu sederhana saja. Mereka ingin melihat presenter "Kick Andy" yang sangat kondang di sebuah Stasiun televisi swasta, dan ternyata beliau sebagai duta menbaca, menjadi magnet ampuh untuk menarik peminat talk show.



Acara yang dihadiri para pustakawan seputar Solo, Yogyakarta, dan kota-kota terdekat lainnya, masyarakat umum dan petinggi kampus ini cukup inspiratif, karena selain menghadirkan Andy F Noya, juga ibu Dra Sri Sularsih, Msi sebagai Kepala Perpustakaan Nasional. salah satu ucapan yang menarik saat ibu Sri Sularsih mengatakan, jika membaca adalah jendela dunia, dimana sebuah rumah yang tak berjendela tentu akan menyulitkan penghuni melihat situasi luar rumah.

Selanjutnya beliau juga mengatakan jika dengan membaca Ir Soekarno bisa melupakan kemiskinan dimasa kecil dan berasa berjumpa dengan tokoh-tokoh dunia. Bapak Rektor IAIN, Imam Sukardi juga memberikan pepatah bagus, jika nilai seseorang itu tergantung pada buku yang dibacanya, kemudian dengan ilmu yang diperolehnya sebaiknya ia dapat menularkan ilmu itu pada lebih banyak orang lagi.

Satu seloroh Bapak Rektor yang cukup menyegarkan suasana adalah,"Pak Andy ini pemikir kelas berat, buktinya sampai kepalanya botak, mirip saya, bedanya dia wagub, yakni wah gundul banget, sedang saya masih ada rambutnya.."


Tibalah saat Andy F Noya beraksi eh tampil didepan untuk menguraikan hal menarik sebagai duta buku. Sebenarnya jika dilihat sepintas gaya bicaranya tak banyak tingkah seperti yang terlihat di televisi, bahkan cenderung lambat-lambat. Memang tipikal dia tak banyak mengumbar kata. Pilahan diksi katanya tepat, dan selalu berisi, mengundang tanya dan terdengar semua yang diucapkan penting. itulah yang membedakan dia dengan presenter lainnya.

"Baru berapa menit saya ketemu sama pak rektor saya dibilang wagub-lah, gundullah,..sebenarnya beliau itu iri dengki pada saya, terbukti setelah saya teliti beliau itu ternyata orang Jombang, sedang saya orang Surabaya. Jadi saya arek kota, beliau orang ndeso, makanya dia iri,.." kalimat pertama keluar dari mulut Andy ini disambut tertawa meriah. Apalagi saat ditanyakan pada audiens:
"Siapa dari kalian yang suka dengan penampilan gundul saya?" beberapa orang tunjuk jari. "Nah kalau saya yang keriting?" Beberapa orangpun tujuk jari. Dan kalimat selanjutnya cukup mengejutkan, "Jika yang tidak setuju saya gundul dan mau saya keriting bin kribo , silahkan keluar ruangan ini segera,..sudah tahu saya gundul kok ndak suka malah disuruh kribo lagi.."
Peserta talk show terbahak-bahak.

Ternyata, Andy tidak bicara sendiri di podium, ia menggandeng seorang tuna netra yang pernah  menggegerkan dumay tempo tahun 2010  lalu saat dia tampil di Kick Andy sebagai Tuna netra dengan segudang prestasi yang sangat pandai menggunakan aplikasi komputer sampai-sampai dia mengaku sebagai pengisi musik pada aplikasi game Jepang, dan ternyata itu hanya pengakuan saja tanpa bisa dibuktikan,  sebenarnya yang membuat orang lain. Namun akhirnya permohonan maaf dan pengakuan yang menggegerkan itu sempat membuatnya terpuruk dan depresi sampai bertahun-tahun, hingga akhirnya ia  mencoba bangkit dan memperbaiki diri dengan berbagai prestasi.



Seorang istimewa itu bernama Eko Ramaditya Adikara seorang Tuna netra sejak lahir yang berupaya mandiri mengalahkan keterbatasannya. Terbukti sekarang ia menjadi Dosen dan motivator, yang sebelumnya lulus dalam Sarjana Administrasi Negara. Dengan tekad bulat diselesaikannya S1 dan S2-nya disekolah normal. Ia sangat menguasai aplikasi komputer yang dimodifikasi dengan perintah suara. Kecepatan mengetik luar biasa, sampai-sampai perintah suara sudah tak berfungsi lagi saking hafalnya dengan kompinya, padahal dia tidak bisa melihat!

Saat ini Rama,  panggilannya, sudah menyelesaikan tiga buah buku yang berupa motivasi dan novel. Buku Pertama: "Mata kedua" dan buku keduanya adalah "Hati kedua" sedang yang akan terbit adalah Cinta itu Tunanetra. Matanya berpindah dengan pemanfaatan optimalisasi telinganya. Dan terkadang referensi atau novel yang ingin dibacanya memang harus dicari versi audio suara, yang kebanyakan berbahasa Inggris, karena buku-buku semacam itu hampir tidak mungkin versi huruf braille. Dan lihatlah saat dia memperlihatkan keahliannya dalam mengetik atau operasionalkan peralatan komputernya. Hmm..membuat decak kagum.



Lalu, Rama juga memperlihatkan bagaimana bisa memainkan alat musik berupa suling dengan belajar otodidak, membaca not dengan caranya sendiri.
Sebuah pelajaran yang menarik buat semuanya. Seolah menjadi malu dengan diri sendiri, dengan melihat sosok Rama. Bagaimana tidak Tuhan menganugrahi pancaindera yang kurang sempurna, namun dia berupaya keras untuk mengatasi kelemahannya menjadi sebuah kekuatan.

Bagaimana dengan saya yang begitu mudahnya mencari buku referensi, membaca tanpa kesulitan dengan gaya apasaja, mau duduk, berdiri, tiduran semua bisa dilakukan dengan gampang, satu tahun hanya bisa membuat beberapa buku dan beberapa tulisan saja.

Ah, mumpung masih sehat, mumpung seluruh pancaindera masih berfungsi, mumpung usia masih diberi, mumpung ada kesempatan sebelum sempit, harusnya esok lebih baik lagi. Mari bertekad kuat, InsyaAllah tahun depan berapa naskah ya yang bisa kutulis? setidaknya lima..cukuplah..aamiin..



Terakhir, nyoba foto bareng selebritis yang satu ini susahnya,..dikerubutin puluhan mahasiswa yang tak mau beranjak memotretnya, dan jadinya seperti ini,..ya sudahlah cuma sebagai bukti saja suatu hari pernah berfoto dengan si gundul berbaju merah, eh Andy F Noya yang legendaris itu,..

Jumat, 31 Oktober 2014

Sang Penguntit Kerudung Biru



            Minggu pagi di Stadion Manahan Solo adalah tempat yang menyenangkan untuk Tom Gembus sekeluarga. Selain jalan-jalan, cuci mata juga memburu kuliner dan membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari yang mumer alias murah meriah ada disana. Saat tiba di lapak penjual jam tangan, Tom Gembus berpesan pada istrinya, Lady Cempluk,”Bu, saya mau lihat jam dulu ya, jangan jauh-jauh dari sini..”.
Lady Cempluk mengangguk. Dengan menggandeng Genduk Nichole, ia berpindah dari lapak pedagang yang berjajar disitu ke lapak lainnya. “Nduk, kita beli kaos kaki yuuk..”, ajaknya pada Gendhuk Nichole. Jarak antara lapak jam tangan sebenarnya sangat dekat, hanya depannya menyerong sedikit. Tapi, setelah seusai Lady Cempluk membayar harga kaos kaki, tiba-tiba Tom Gembus sudah raib.
“Wadow, kemana iki Bapakmu nduk,..” Lady Cempluk sudah gelisah luar bisa. Mereka lalu nyari dengan seksama. Maklum jam segitu Manahan sangat padat pengunjung, usel-uselan. Beberapa saat kemudian Tom Gembus muncul. Ia terlihat sedikit gusar. “Piye to bune, saya itu udah nyari dan ngetutke kamu sampai jauh je.
“ Kok bisa pakne, emangnya kamu mengetutke siapa?” selidik Lady Cempluk. “Ya, ibu-ibu sing kerudung biru tow..”, katanya sangat yakin. “Sik-sik pakne, saya ini pakai kerudung ungu bukan biru !” jawab istrinya bingung. “Lho, tadi khan kerudungmu biru to”, katane tetep ngeyel. Oalaah Tom Gembus..sudah salah ngeyel lagi. ‘Trus tadi sing mbok tutke ki sopoo..’ gerutu Lady Cempluk  bercampur geli.

dimuat di rubrik Ah Tenane  Solopos

LUPUT, BANGGA


            Kota Solo dalam beberapa hari terakhir ini cukup bahagia karena ditunjuk sebagai tuan rumah kompetisi terjun payung dunia. Sebagai warga yang baik, Lady Cempluk dengan menggandeng anaknya tak ketinggalan ikut perhelatan akbar itu.
            “Ayo nduk, mumpung prei, lihat terjun payung di Manahan yuk”, ajaknya. Sampai disana luarbiasa unthel-unthelan pengunjungnya. Walau panas membara menerpa Stadion kebanggaan Solo itu, ternyata antusias warganya patut diacungi jempol. Apalagi hampir semua atlit terjun payung melakukan tugasnya dengan baik. Pada nomor akurasi hampir semuanya mendarat sempurna, semua penonton beri tepuk tangan meriah.
Namun tiba-tiba ada salah seorang peserta dari Negara Afrika, sebut saja Tom Gembus melenceng jauh dari sasaran. Dan kebetulan dia adalah satu-satunya peserta yang melenceng terlalu jauh, dan penontonpun menyorakinya. Tapi dasar Tom Gembus yang seneng melucu, begitu bangkit setelah mendarat ia malah minta tepuk tangan penonton, dan penontonpun kemudian menghadiahinya dengan tepuk tangan terkeras dari semua atlet yang ada. “Ah, Tom Gembus ada-ada saja, luput jauh saja kok bangga”, batin Lady Cempluk.

Dimuat di SoloPos Rubrik Ah Tenane tgl 4 Okt 2014

DOORPRIZE OH DOORPRIZE..


            Hampir semua orang suka dengan istilah satu itu ya doorprize!  Sebab, namanya diberi hadiah walau berupa benda yang sepele, nampaknya tak ada yang menolak, apalagi ibu-ibu demen dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan hadiah. Dan jika hadiah yang dinanti cukup besar dari segi bentuk atau harganya, hmm..tentu itu yang paling diharapkan, kalau perlu sebelum diumumkan siapa yang mendapatkannya, terlihat sekali mulut mereka komat-kamit  berdoa, berharap doorprize jatuh ketangannya.
            Banyak cerita yang berhubungan dengan doorprize, salah satunya dari suami saya. Jika ada orang lain yang selalu beruntung mendapatkan hadiah kejutan itu, nampaknya hal itu hampir tidak pernah terjadi dengannya. Tercatat selalu pulang dengan tangan hampa, jika hadiri acara yang penuh doorprize. Pernah ada acara keluarga, kami sekeluarga datang  berlima (saya, suami dengan tiga anak) semuanya pulang dengan ceria karena mendapat doorprize dan tebak yang hanya diam saja? Hi..hi.. tak lain adalah suami saya.
            Dan kejadian yang paling ‘memilukan’ saat dooprize yang disediakan panitia ada 60 buah dan yang hadir 62 orang, tebak salah satu dari dua orang yang tak mendapatkannya? Iya. Betul! Dialah suamiku, hingga bisa-bisanya pulang dengan wajah malu karena hampir semua peserta membawa bingkisan. Tapi, kenapa juga panitia tak menambah hadiahnya menjadi semuanya mendapatkannya ya,..lha kok jadi nyalahkan panitia..
            Tapi gara-gara doorprize pula, sebuah rapat anggota koperasi memutuskan membatalkan doorprize untuk tahun depan dan seterusnya karena dianggap tak mencerminkan keadilan, menimbulkan iri dengki bagi anggota yang tak pernah dapat dan hanya  menghabiskan anggaran yang diperuntukan bagi yang langganan mendapatkannya. Alhamdulillah terakhir kalinya saya sempat mendapat setrika dari koperasi itu, lumayan..
            Ada cerita unik teman saya, saat ia dan suami selalu rajin menghadiri acara pengajian di kantornya yang terkenal molor. Meski demikian, suaminya selalu on time, Namun saat disodori absen, ia hampir selalu tandatangan daftar kehadiran nomor 4 keatas, bukannya nomor awal meski datang pertama kali ditempat pengajian itu, karena terlalu asyik berbincang dengan teman lain, sambil menunggu acara dimulai. Dan tiba-tiba ada pengumuman mengejutkan dari panitia, jika jamaah yang paling rajin absen nomor satu untuk maju kedepan dan diberi reward alias doorprize dari panitia agar menjadi contoh jamaah lainnya. Tiuuung..suami teman saya tadi sukses melongo dengan memelas.
Dan terakhir, ada pula cerita seorang teman yang heran mengapa masjid  kampung sebelahnya itu selalu penuh jamaahnya setiap saat? Ternyata setelah ia mencoba berjamaah disana, rahasia itu terkuak. Panitia menyediakan doorprize berupa umrah gratis bagi jamaah  yang paling rajin dengan cara absen sidik jari..hi..hi..anaknya merengut setelah tahu hadiah hanya diperuntukan warga sana, padahal sudah semangat 45! Kreatif benar ya cara panitia  memakmuran masjidnya dan menempatkan doorprize menjadi bermanfaat dan tepat guna..
           




BENTENGI ANAK TERHADAP NARKOBA: SUSAHKAH?


            Geger penangkapan selebritis dan salah seorang anggota DPR juga 15 orang lainnya seolah masih menjadi perbincangan  hangat di masyarakat. Bagaimana tidak, selebritis itu sedang naik daun dan terlihat ‘bukan orang yang bermasalah’ dengan hukum, dan raport perilakunya  baik-baik saja, tak terlihat bagai orang ajrut-ajrutan karena ia memang pekerja keras. Tertangkap BNN karena pesta narkoba di minggu pagi?

Banyak yang menyangsikannya, terperangah tak percaya dan tak sedikit berujar, ”Wajarlah, karena kaum selebrita dari sejak dulu sampai sekarang banyak bersinggungan dengan benda ‘haram’ seperti itu, karena pergaulan, gaya hidup dan stress dalam menapaki karier”

Saking banyaknya pengguna narkoba di negeri ini, bahkan kepala BNN Gories Mere mensinyalir ada 5 juta pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Angka yang sangat fantastis, karena terlihat betapa Indonesia sudah menjadi pasar yang sangat empuk bagi Bandar Narkoba menjajakan dagangannya. Ngeri, tak peduli anak muda, eksekutif, bahkan orang-orang dewasa dan lanjut usia, bahkan anak-anakpun sudah mulai disasar dan ini menjadi ancaman serius bukan saja bagi BNN, Negara namun juga bagi orangtua yang sangat was-was.

Lalu apa yang harus dilakukan orangtua agar anaknya terhindar dari bujuk rayu serbuan narkoba yang sangat menyesakkan dada itu? Apalagi bahaya zat terlarang itu selain merusak otak, jantung dan fisik juga bisa mengganggu segi mental dan emosional. Dampak mental dari narkoba adalah mematrikan akal sehat bagi penggunanya, untuk slalu bereuforia, bahagia semu apalagi jika sudah tahap kecanduan.

Sudah tak ada alasan bagi orangtua untuk berdiam diri dan bersikap cuek dengan keadaan ini yang sudah tahan emergency bahwa narkoba bukan hanya ada ditempat sana jauh dari rumah namun sangat dekat dan siap mengintai putra-putri kita, jika kita lengah dan tak peduli. Untuk itu perlu jurus sakit dan  tips yang harus dilakukan agar anak terhidar narkoba, diantaranya yakni,
1.       Binalah hubungan baik dengan anak, ajari mereka mempunyai kemampuan untuk mengelola emosi, sehingga bisa menciptakan kepandaian untuk bersoasialisi dengan temannya. Ajari anak untuk mengungkapkan apa saja situasi hatinya, agar anda bisa membantu disaat ada masalah atau gundah. Jangan sampai anak menjadi sosok tertutup walau dengan anda sendiri, sehingga saat ada masalah cukup berat dan mengganggunya ia akan melarikan persoalannya pada teman yang salah atau barang-barang haram lainnya.

Anak yang tak haus kasih sayang akan sangat berbeda dengan anak yang tak diurus oleh keluarganya. Karena  anak yang haus kasih sayang  akan sangat mudah mendengarkan orang lain, teman-temannya dari pada nasehat orang tuanya. Untuk itu kawal anak dengan banyak kasih sayang yang positif, yang tak berarti memanjakan dan membuatnya tak mandiri.

2.      Memunculkan kecerdasan emosionalnya disamping cerdas intelektualnya. Semuanya mesti seimbang, tak ada istilah cerdas salah satunya lebih baik dari lainnya. Bukan perkara mudah untuk seimbangkan keduanya namun bukannya tidak bisa, sangat mungkin bisa. Untuk itu peran orangtualah sebagai panutan dan selalu memberi advis untuk perbaikan perlakuan anak.

Kecerdasan emosionalnya ini digunakan untuk saat-saat genting. Saat ia dihadapkan pada masalah dan pilihan. Ia harus cepat berpikir dan mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang haram atau tak boleh tanpa melukai orang lain yang mengajaknya. Sebab saat orang ingin menjerumuskannya terluka akibat tak cerdasnya ia menghadapi situasi maka yang terjadi adalah balas dendam untuk lebih intens membujuknya dengan berbagai cara.

Kecerdasan ini harus dipupuk sejak dini, akan sangat terlambat bila anda menerapkan saat dia remaja. Karena saat ia beranjak remaja ia akan diharapkan untuk bisa menghargai dirinya, tubuhnya untuk tidak dirusak oleh hal-hal yang tak perlu semisal narkoba dan bisa menghargai masyarakat sekitar. Saat anak bisa memadukan semuanya cerdas akal dan cerdas emosi maka ia akan tumbuh sebagai pribadi  yang lengkap dan bisa lebih optimal kembangkan potensi dirinya dalam study masyarakat.

Tidak sombong, bisa menempatkan diri, tidak mudah tersulut emosi, tidak mudah putus asa adalah sikap yang harus dimiliki anak agar bisa eksis dalam hidup dan tidak cepat terpengaruh hal-hal yang negative, ketika pribadinya tak labil. Untuk itu peran orangtua dalam membentuk karakter anak yang kuat, lentur dan bijaklah yang sudah menjadi kewajiban saat ini.

3.      Kepandaian mengelola kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini tak bisa dipisahkan dari peran orangtua. Menjadikan anak yang tak mengenal Tuhannya atau dekat dengan hal-hal yang relegius memang bisa didapat dari sekolah. Namun tak bisa menancap erat dalam diri anak saat yang didapatkan itu tak dibiasakan oleh orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan spiritual ini dapat menumbuhkan fungsi manusiwi seseorang sehingga bisa tumbuhkan seseorang menjadi pribadi yang berakhlak baik, menjadi panutan teman sebayanya, luwes, kreatif berwawasan luas, pandai kelola kecemasan dan kekhawatiran, punya daya juang tinggi.

Tumbuhkan rasa takut untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya, lingkungan juga agamanya akan sangat membantu saat anak selalu hadirkan Tuhan dalam setiap langkahnya. 

Selain itu ajarkan anak untuk bisa memilih pergaulannya, ajak diskusi jika suatu ketika ia memilih teman yang salah, dan utarakan akibat terburuknya. Ajak anak untuk memilih komunitas ternyaman untuknya yang positif, seperti olahraga, pencinta remaja sastra, pencinta alam, hobi yang manfaat atau ikut sains. Semua itu dilakukan agar anak menjauhi kehidupan yang tak perlu, seperti nongkrong (laranglah karena tak manfaat), kehidupan malam, batasi kepergian anak dan ajari anak untuk berkata “tidak” dan tak toleransi untuk narkoba.

 Pengetahuan narkoba untuk anak memang sudah seharusnya dilakukan mulai sekarang. Dan  terangkanlah konsekwensinya saat coba-coba dan akan berakhir kemana: Rumah sakit khusus narkoba, atau rumah sakit jiwa, penjara atau masuk neraka. Dan tentu katakanlah narkoba mempermalukan diri sendiri, keluarga dan kuburkan seluruh cita-cita penggunanya. Bila orang lain bisa mempengaruhi buruk anak, maka cobalah beri dogma baik  pada anak untuk sama sekali tak dekati narkoba. Para orangtua, sungguh peran anda  membentuk karakter sangat penting bagi anak, maka masih bilang susah untuk bentengi anak terhadap narkoba? Jangan bilang itu lagi saat ini, karena seharusnya jawabannya: tidak!


KAPABILITAS PEREMPUAN DALAM POLITIK 2014


            Amanat perempuan harus terakomodasi 30 persen dalam kepengurusan dan rekrutmen kader partai politik dalam undang-undang no.2 tahun 2011 pasal 29 ayat 1a tentang politik, memang sudah menggelitikkan para perempuan untuk terjun ke ranah panas politik 2014 mendatang. Posisi tawar menawar perempuan yang potensial dalam segala bidangpun mulai riuh terlihat. Para kader partai yang  didominasi laki-laki inipun mulai gencar mencari kader dari  perempuan sebagai ‘penggenap’ kuota, tanpa terlalu perhatikan kualitas terbaik mereka.
Mengapa perempuan harus didorong-dorong untuk berpolitik? Ternyata ada beberapa sebab yang menghalangi mereka tak tertarik dengan politik, meski isyarat dan lenggak lenggok perempuan dalam kancah politik tahun 2009 lalu sudah terlihat ramai. Namun  ternyata hanya terpenuhi 18 persen saja para perempuan duduk pada Dewan Perwakilan Rakyat dari 560 orang, sangat-sangat jauh kuota 30 persen. Padahal seperti diketahui separuh lebih penduduk Indonesia adalah perempuan. Maka perlu perhatian ekstra perempuan terwakilkan suaranya dalam berpolitik.
Undang-undang yang berpihak pada kaum perempuan dan anak-anak, ternyata masih sangat-sangat minim. Keberpihakan hukum, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial pada  wanita dan anak masih jauh dari perhatian yang maksimal, padahal mereka adalah pihak yang rentan dan rapuh dalam banyak hal.
Alasan apa sebenarnya yang paling spesifik membuat kaum perempuan enggan berpolitik dibanding dengan laki-laki? Kebanyakan genderlah yang menjadi masalah utama. Cengkraman kuat dalam pola pikir jika seorang perempuan yang sebatas pada lingkup mengurus rumah, anak dan lingkungan saja tanpa mau berjibaku dengan para lelaki mengerahkan daya mengurus dan memikirkan dengan keras untuk kesejahteraan dan mengelola negara. Dan hal itu merupakan pekerjaan berat bagi kaum perempuan. Karena rata-rata mereka sadar panasnya suhu politik bisa menyengat  hingga melengkapi keengganan mereka dalam mendekat ke ranah politik. Karena mengira yang kuatlah untuk menanggung beban seberat itu, dan hal yang demikian itu paling cocok untuk pekerjaan lelaki.
Selain itu ternyata kebanyakan para perempuan menganggap jika nilai-nilai budaya bahkan agama merupakan hambatan terbesar buat mereka untuk berpolitik. Hal ini dikutip dari pernyataan Sri Wahyuni Ketua LSM daerah Anambas (Kepri). Disana menciptakan atau sudah terbiasa dengan kultur jika kaum laki-lakilah yang berhak dan terbiasa untuk memimpin, bukan sebaliknya. Dan pendapat kelompok demikian sukses mendikotomi pemikiran para perempuan untuk kritis menyuarakan aspirasi meraka dan nyaman terbelenggu dengan nilai-nilai budaya negative yang mereka anut.
Namun hal ini juga diperparah dengan anggota legistalif dikalangan perempuan yang sudah terpilih untuk tidak aktif menggalang, mengarahkan dan berdialog bahkan berusaha dengan aktif untuk berpihak secara kritis terhadap masalah-masalah perempuan. Mereka malah nyaman dengan planning atau draf yang di sampaikan oleh kaum laki-laki, tanpa banyak berusaha kreatif untuk temukan celah yang terbaik untuk perempuan.
Anggota DPR dari kalangan perempuan yang demikian itu jadi pertanyaan besar dari masyarakat. Jika mereka hanya mengikuti alur yang berlaku, tanpa banyak menghasilkan undang-undang untuk membela hak kaum wanita dan anak-anak, lalu apa gunanya membangkitkan dan mengejar 30 persen kuota jika tak banyak berubahan yang membangun untuk kaum perempuan?
Menurut hemat saya, angka dan kouta itu tak terlalu penting. Kapabilitas dan kualitas para perempuan yang terjun ke ranah politiklah yang perlu dikejar, diperbaiki, diusahakan dan ditingkatkan. Belajar dari sejarah, tak perlu banyak orang yang tak berkualitas memimpin negeri ini, cukup beri satu, dua atau tiga saja pemimpin yang berkualitas, amanah, mau bekerja keras dan tulus ikhlas merubah negeri kearah kesejahteraan yang lebih baiklah yang diutamakan.
Untuk itu perempuan perlu diberi pengetahuan yang mumpuni sesuai dengan bidangnya, tak hanya sekedar berani untuk tampil dan merasakan panasnya kursi anggota dewan. Lantang menyuarakan kebenaran, mau bekerja blusukan, turun kebawah atau apapun namanya untuk benar-benar mendengar aspirasi kaumnya dan kemudian membuat draf yang bisa dijadikan undang-undang untuk perbaikan perempuan itu sendiri.
Permasalahan klasik yang belum bisa ditemukan jalan keluarnya sejak dahulu, yakni TKI yang menyumbang devisa cukup tinggi, tak pernah mendapatkan penyelesaian serius dari pemerintah. Terus saja ada masalah dengan mereka. Dari persoalan gaji, kesehatan, keselamatan dan keadilan belum juga tersentuh dengan baik. Belum lagi banyak sekali para TKI perempuan yang bermasalah hukum hampir tak pernah mendapat perhatian serius dari anggota DPR perempuan kita. Ratusan TKI di Timur tengah yang terlantar dipinggir jalan, di bawah jembatan dan itu sangat menyolok mata, dan sudah ditangkap kamera dan dipublishpun seolah menjadi hal yang biasa saja. Sangat miris.
Kesehatan reproduksi, dimana ibu hamil dan melahirkan di Indonesia mempunyai angka cukup tinggi dalam hal kematian, begitu pula bayi yang baru dilahirkan, menjadi sebuah ironi. Mengapa hal demikian kurang dapat sorotan optimal dari kaum perempuan yang duduk di kursi DPR. Belum lagi masalah pelecehan kaum wanita, bullying  yang dilakukan kepala keluarga kepD iatri dan anak-anak, keselamatan para wanita terhadap kehormatannya ditempat umum, pemerkosaan, pencabulan dilakukan oleh orang terdekat dan orang-orang yang tak dikenal, sampai perdagangan manusia untuk transaksi seksual sungguh sudah sangat memprihatinkan.
Belum lagi kemiskinan yang didera kaum wanita karena pendidikannya tidak tinggi hingga membuat mereka banyak yang berpikir pendek untuk melakukan pekerjaan rendah dengan gaji yang tak memadai,  sehingga mereka mudah sekali  terjerumus hal-hal yang negative. Pekerjaan rumah yang sangat banyak bagi calon legislative perempuan yang ingin maju tahun 2014 mendatang perlu mendapat perhatian serius.
Kemampuan wanita untuk lantang menyuarakan, membuat prestasi yang berarti dikancah politik itulah yang seharusnya mulai dikejar. Hal yang terbaik dilakukan sepertinya menyeleksi  kaum perempuan sebelum duduk dikursi dewan, atau saat berjuang dipartainya masing-masing untuk didbekali ilmu yang mumpuni, attitude yang memadai, loyalitas bukan hanya kepada partai yang mengusungnya, namun lebih kepada memperjuangkan hak-hak perempuan dengan lebih serius. Kecerdasan untuk mengelola pikir dan jiwa perlu juga diasah. Tunjukkan jika wanita bisa berbuat nyata untuk kaumnya pada khususnya dan negeri ini pada umumnya, bukan hanya sekedar gincu pemanis dalam politik dan kejar target kuota 30 persen itu.


Termuat dalam majalah Potret Aceh

MAAF JIKA KAMI INGIN SURGA LEWATMU, NAK

..
                                                
Le, Cah Bagus anak Simbok,
Maaf jika simbokmu dan bapakmu ini mendamparkamu di pesantren
Mungkin  berarti kami sudah mencerabut sebagian besar kesenangan dunia:
Yang sebenarnya bisa kau reguk
Tak ada hape, tak boleh lihat telivisi, tak ada gadged terbaru yang bisa kau mainkan, tak bisa jalan-jalan ke mall sesuka hati,
Apalagi nonton bioskop dan nongkrong dengan teman-temanmu yang biasanua  malah bisa buat lupa pada kami
 Bukan karena kami membencimu, justru sebaliknya : kami mencintaimu
Menempatkamu di wadah yang semestinya

Jangan marah pada kami le,
Jika simbokmu dan bapakmu  ini punya ekspektasi yang tinggi,
Yang memungkinkan  menyeretmu ke Surga:
Lihatlah le sekarang dahimu yang mulai samar menghitam, pertanda kau banyak sujud
Juga lisanmu yang penuh dengan kalimat thayibbah dibanding hafalan lagu ‘ecek-ecek’ dan tak mendidik.
Apalagi saat dirimu minta doa pada kami: ‘doakan saya agar lebih banyak lagi ayat-ayatNya bersemayam diotak dan tersembur dalam mulut saya’..
Mata mbokmu ini mulai basah..

Maafkan ya le saat kami hanya bisa menasehatimu saat kamu mulai risau dan galau :
kala banyak masalah yang menerpamu disana
Maafkan kami juga jika kamu harus bertahan dan bapakmu selalu berkata:
“Jika kami tak damparkanmu disitu, lalu apa pertanggungjawabanku pada Illahi saat anak-anak pandai dalam pergaulan bebas, lupa untuk tersungkur di AltarNya, mulutnya kotor penuh cacian gejolak remaja, dan membunuh waktu dengan cara sesat?”
“Ya pak, mbok ,  aku akan bertahan sebisaku di pesantren ini walau dengan tertatih, karena aku ingin jadi anak yang cerdas hati dan cerdas pikir..”katamu dengan senyum, walau terkadang menyisakan getir saat kehidupan disana tak selama bersahabat.
Selalu kupeluk  cah bagus, kemarin, hari ini dan sampai nanti sebagai tanda bukti cinta yang tak terperi
Terimakasih le, atas sabarmu
Jika kami menua dan berkalang tanah,
Dan saat Malaikat Mungkar-Nakir mulai bertanya tentang kamu:
Paling tidak ada beberapa jawaban yang terbaik untuk itu
Sambil penuh debar menantikan mereka berkata:  Ini  dua tiket menuju Jannah, dibelikan dengan ketulusan oleh anak sholehmu, silahkan kalian menuju sini…
                                                                                              Solo,  10 februari 2014
Note:
Le = sebutan anak lelaki Jawa
Simbok = sebutan ibu di Jawa
Cah bagus = anak tampan
Thayibbah = Kalimat yang baik

Jannah = Surga

NB: puisi ini Menang dalam Lomba Pesan Cinta Ananda ALIA mendapat juara 2

Salah Masuk Mobil Orang


            Kota Solo memang kota asyik untuk kuliner. Pilihan untuk masak sendiri dirumah atau jajan memburu kuliner khas kota ini memang fifty-fifty, buat sebagian warga. Tak kecuali Lady Cempluk yang hari itu mencoba untuk tidak memasak dan berencana membeli “Sop Matahari” dan “Lotek” yang banyak tersaji disepanjang jalan di Solo.
            “Kamu menyeberang dulu sana, nanti mobilnya nyusul nyeberangnya ya..”, pesan Tom Gembus suaminya. Lady cempluk mengangguk. Setelah pesanan Sop Matahari dan Lotek-nya ada ditangan, langsung saja Lady Cempluk menyeberang menuju mobilnya yang tadi terparkir dengan indahnya.
            Mobil warna hitam itu terlihat berbeda. “Lho, kacanya kok  jadi lebih buram?,” Lady Cempluk mulai curiga. Ia tetap mencoba membuka pintu mobilnya. “Lho kok macet, malah dikunci ki pie?” batinnya sambil ngoglek-oglek pintu mobil. “Hmm..pancatan kakinya kok terlihat beda dan lebih kotor, tadi nggak seperti ini..” Lady Cempluk mulai panik. Ia langsung menuju kaca depan mobil, berharap melihat suaminya, tapi tentu juga tak terlihat karena kacanya lebih buram dari mobil yang biasanya ia pakai. Dan setelah coba amati merk mobilnya, baru ia ngeh jika benar-benar ia telah salah lapak eh..salah mobil!
            Diseberang jalan klakson mobil Tom Gembus mulai ribut. Lady Cempluk terkesiap, langsung berlari menyeberang jalan  tanpa  menoleh mobil ‘pesakitan’ tadi. “Piye to kamu ini, sudah diberitahu setelah  kamu menyeberang nanti saya nyusul nyeberang, soalnya tadi jalannya ramai banget”, kata Tom Gembus sewot. Lady Cempluk diam saja, menyadari sifat pelupanya, dan berharap pemilik mobil tadi tidak melihat aksinya yang ‘bersikeras membobol paksa’ mobilnya. “Uff..untung saja mobilnya tak ada alarm-nya, jika ada, tak terbayang wajahku seperti kepiting rebus..” desah Lady Cempluk, sambil terus bersyukur atas keberuntungannya..


 (karya di muat di solo pos)

MENUNGGU PATIH GAJAHMADA REINKARNASI KEMBALI


            Tinggal selangkah lagi Indonesia akan memiliki pemimpin baru. Pesta Demokrasi sudah ditabuh. Semua kader, simpatisan, Calon Legislatif, Para petinggi negeri ini sudah bersiap-siap keluarkan semua jurus saktinya. Seperti biasa; penuh janji bombastis, terkadang tidak realistis, kurang menggigit, terlalu normatif, jauh dari inovatif dan satu lagi mulai halalkan segala cara agar menang.
            Psywar, perang urat syaraf dimedia masa sudah tidak terbendung lagi, terkadang malah bersikap tidak apresiatif, menggulung lawan dengan data-data palsu atau bersikap melebih-lebihkan, hingga membuat masyarakat awam muak, apalagi lewat facebook, twiteer yang penggunanya berupaya mempengaruhi pengguna lain dengan cara-cara kurang santun.
 Lalu, sebagian besar masyarakat dalam berbagai kelas bertanya seragam; masih adakah calon pemimpin negeri yang bisa dipercaya untuk menggiring negara besar ini nan multidimensional, multicultural dan multi kepentingan ini ketempat yang lebih baik? Negara yang bermoral dan bermartabat tinggi, sukses memberdayakan seluruh asset didalamnya hanya untuk kesejahteraan rakyat tanpa tergesek oleh berbagai kepentingan pribadi atau golongan?
Pemimpin yang bisa kembalikan lagi kejayaaan seperti masa lalu, jaman kerajaan Majapahit, atau paling tidak pernah mendapat julukan sebagai macan Asia, bukan macan ompong seperti sekarang ini setelah bombardir stigma buruk dan minim prestasi.
 Dicari: Pemimpin bukan Pemimpi
            Sebenarnya hakekat seorang pemimpin itu seperti apa? Apakah dia hanya seorang ala kadarnya yang mendapat dukungan dari banyak pihak? Mempunyai dana yang banyak hingga bisa membeli ‘suara’, atau ia hanya sekedar seorang dihormati oleh kelompoknya, padahal kapasitas untuk memimpin kurang memadai?
            Menurut Young (Kartono, 2003), memberikan pengertian kepemimpinan sebagai suatu bentuk dominasi yang didasari kemampuan pribadi yang akhirnya sanggup dalam mengajak atau mendorong  orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.
            Dari pendapat ini bisa disimpulkan jika kepimpinan itu merupakan kemampuan dalam hal mempengaruhi orang lain mengenai tingkah laku bawahan atau kelompoknya, dan ia memiliki keahlian khusus dalam berbagai bidang yang diinginkan oleh kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
            Terlepas dari semua itu sebenarnya kemampuan memimpin itu bak sebuah seni seperi yang ungkap oleh Terry (Kartono, 2003) untuk bekerjasama dan membimbing orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Kalimat ‘seni’ tentu akan mempunyai presepsi luas menurut penulis, dimana ia tidak kaku untuk meluapkan semua ide-idenya agar terealisai secara berkelas, mempunyai cita rasa tinggi, penuh humanis tak otoriter namun mengena pada semua kalangan. Apalagi seorang pemimpin yang berkenan untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuannya.
            Berbagai gagasan muncul untuk mencari sosok pemimpin negeri katulistiwa ini, salah satunya muncul dari rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid. Ia ingin di Indonesia akhirnya ada seorang pemimpin yang memiliki akseptabilitas dan kapasitas memadai, mempunyai pengalaman birokrasi yang baik dan jujur, tegas, berani, cepat mengambil keputusan dan tidak tersandera oleh persoalan masa lalu, memiliki sifat-sifat negarawan, mengayomo semua kalangan dan miliki kemampuan prima dalam menyelesaikan persoalan bangsa yang tiada habisnya.
            Beberapa kali ganti pemimpin di negeri ini secara umum kurang memuaskan banyak pihak, seusai mereka menjalankan jabatannya. Meninggalkan banyak Pekerjaan Rumah, kemiskinan, kesemrawutan birokasi dan politik,  hutang dan masalah-masalah yang hampir tak pernah diselesaikan secara tuntas. Hingga bisa dikatakan bangsa ini menjadi krisis kepemimpinan nasional.
            Adanya krisis kepemimpinan ini dikhawatirkan bisa memunculkan chaos yang lebih besar, dan ini akan diprediksi akan meningkatkan golput dalam setiap event pemilu legislative, pemilihan presiden atau Pilkada. Meski ini tidak bisa menjadi acuan secara mutlak, namun tanda-tanda kearah itu mulai nampak menguat.
            Keinginan untuk mendapatkan pemimpin yang tak sekedar pandai  bermimpi terlalu mendesak untuk saat ini. Paling tidak seorang pemimpin yang transformasional, punyai kepribadian matang, kharismatik, inspiratif, partisipatif  tak cenderung pada satu partai saja saat ia berkuasa, cerdas, tegas, jauh dari nepotisme dan money politics, dan tentu pemimpin yang dikenal rakyatnya.
Kapabilitas Gajahmada yang Kredibel sebagai Pemimpin
            Setelah sekian lama mencari tokoh  yang komplit dan mendekati sempurna memimpin sebuah Negara kecil yang akhirnya menjadi luas dan menyatukan seluruh nusantara dan merupakan tokoh dalam negeri yang sangat erat dengan segala filosofinya, maka saya menjatuhkan pilihan pada tokoh panutan di negeri ini pada sosok Gajah Mada. Tokoh yang sering dilupakan saat generasi sekarang sibuk mengais-ngais contoh panutan, padahal ia figur yang mendekati sempurna.
            Paling mudah diingat: dia sosok yang tinggi, besar dan kuat. Hingga tak heran  rakyat sudah merasa nyaman dengan fisiknya, seolah  akan menghadang musuh yang akan mengintai dan merusak wilayahnya, memberi pengayoman dan perlindungan.
“Saya baru akan berhenti berpuasa makan buah palapa, jikalau nusantara sudah takluk dibawah kekuasaan Majapahit” katanya lantang. Dan itu memang dibuktikannya. Ia bahkan disejajarkan dengan para filusuf Yunani Kuno macam Aristoteles, Plato dan Socrates saat pemikirannya yang berbau filsafat mencoba ditengahkannya. Dan Semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah sumbangsihnya dalam persatukan nusantara pada masyarakat yang multi etnis, multikultural dan multi kepentingan.  
Satu pesan moral sang legenda perubahan ini yang patut dicermati, bahwa jika hidup dalam suatu perkumpulan, hanya ada dua pilihan. Jika bukan merupakan pemimpin, maka ia sejatinya seorang yang dipimpin. Pemimimpin yang ideal menurutnya  harus memiliki kapabilitas kemampuan dan pengetahuan (soul sebagai seorang pemimpin) untuk memimpin, dan berani untuk mengorbankan dirinya secara komplit, waktu, tenaga, pikiran bahkan jiwanya untuk tujuan  bersama yang dicapai, bukan sebaliknya mengorbankan anak buah, rakyatnya demi sebuah kepentingan dan tujuan pribadi atau golongannya, dan ia dapat diterima oleh semua kalangan.
Sedang menjadi  rakyat atau anggota harus loyal dan pemimpinnya, ia harus momosisikan diri untuk patuh dan taat dan ikhlas dipimpin. Ia pun harus rela berkorban juga kerja keras ntuk berjuang bersama-sama pemimpinnya untuk mewujudkan negeri yang sejahtera, dan ini sering disebut Setya Bela Bakti Prabu.
Ternyata, ada beberapa pemikiran dari Gajah Mada lain, yang bisa menjadi semacam masterpiece untuk  pemimpin harapan yang sangat layak untuk disimak, dan ditiru karena kenegarawan, kecerdasannya, loyalitasnya,  totalitasnya juga daya juangnya serta kemampuan dalam mengelola hati memang terbukti sukses membawa perubahan yang cukup signifikan bahkan drastis dalam menyejahterakan masyarakatnya.
Purwadi dalam bukunya, ‘Misteri Gajah Mada’ yang diterbitkan pada tahun 2009, atau novel sejarah dari Langit Khrena Harjadi menelaah  ternyata paling tidak ada 18 prinsip-prinsip  kepemimpinan ideal  berdimensi moral, marjinal dan spiritual yang memang harus diterapkan jika sebuah negara ingin menjadi wilayah yang makmur, aman, sentosa dan menjadi daerah yang penuh martabat karena disegani oleh bangsa lain. Ilmu kepermimpin itu adalah:
  1. Mantriwira , yakni merupakan sikap berani dalam penegakan HAM (hak asasi manusia), kebenaran dan keadilan. Sikap ini sepertinya normatif belaka, namun sayang pemimpin negeri ini hampir dikatakan sukar sekali menerapkan hal ini, apalagi pelanggaran itu dilakukan oleh kroni-kroninya.
  2. Sarjawa upasama, adalah sikap jauh dari arogan dan berupaya menjadi pemimpin yang rendah hati. Pemimpin yang bersikap tidak bersahabat dengan rakyat, dilayani bak raja, bukan menjadi ‘abdi masyarakat’, bersikap otoriter, akan sangat dibenci oleh rakyatnya.
  3. Sumantri, yakni sikap jujur, tegas, bersih dan miliki wibawa.
  4. Tan sutrisna atau tidak pilih kasih. Semua rakyat memiliki kesempatan yang sama, kedudukan yang sama, meski mereka kaum papa sekalipun, seharusnya tidak disingkirkan atau disisihkan saat harus berhadapan dengan kaum bangsawan, atau pembesar.
  5.  Nagara gineng pratijna merupakan sikap pemimpin yang penting saat ini karena ia harus mengutamakan kepentingan negera diatas semua kepentingan, yakni kepentingan pribadi, atau golongan.
  6. Masihi  samasta bhuwana yakni sikap yang dicintai seluruh rakyatnya, dihormati dan dibutuhkan.
  7. Natangguan yakni legimitasi dan kepercayaan dari masyarakat. Besar kecil legitimasi seorang pemimpin ini sangat menetukan nasib bangsanya. Apakah akan berjalan eefektif, hanya pengulangan program-program lalu yang basi . Pemimpinan seharusnya kreatif dalam meramu program yang masuk akal, cerdas dan benar-benar bisa dilaksanakan oleh seluruh elemen bangsa.
  8. Satya Bhakti Prabu adalah sikap yang setia pada negara. Setia bukan hanya berarti ia tetap berkutat dan berdiam dinegaranya, namun lebih pada dimensi yang luas.
  9.   Wagmiwag, slogan ‘diam adalah emas’ sangat dihindari untuk seorang pemimpin. Kemampuan berbicara bahkan menduduki porsi utama.
  10. Dhirotsaha merupakan sikap tekun bekerja. Seorang pemimpin diharapkan mampu bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya membentuk negara yang hebat.
  11. Dibyacitta merupakan sikap lapang dada dan mau menerima pendapat oranglain.
  12. Nayaken musuh adalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin yang mampu mengangani musuh dari dalam dan luar dirinya. Yakni hawa nafsu dan agresi dari negara lain yang akan porak porandakan negara ini.
  13.  Ambek paramartha adalah sikap seorang pemimpin yang mampu bermain dalam skala prioritas.
  14. Waspada purwartha merupakan sikap waspada dan selalu intropeksi saat melakukan perbaikan.
  15. Wijaya, berjiwa tenang, diharapkan pemimpin itu mau mententramkan segenap jiwa rakyatnya, bijaksana, tidak panik saat ada persoalan besar negara harus diselesaikan dengan cepat.
  16. Prasaja, adalah sikap pemimpin yang sangat disukai rakyat, yakni sikap yang bersahaja, tidak foya-foya. Ia akan mengajari rakyatnya untuk tidak bersikap hedonisme, menghambur-hamburkan uang rakyat untuk keperluan pribadi yang tak bermanfaat.
  17. Prajna, pemimpin diharapkan punya ilmu pengetahuan tinggi dalam bidang ilmu umum agama, sosial, tahu tentang militer dan kemasyarakatan.
  18. Handayani hanyakra purawa, seorang pemimpin harus bisa memberi semangat bagi kaum mudanya untuk berkarya lebih baik dan hebat lagi dari pada kaum sebelumnya.
Masih ada beberapa lagi wacana dari sang Gajah Mada mengenai pemimpin harapan negara itu. Ia menyampaikan ini bukan hanya sekedar pepesan kosong,namun dibuktikan dengan langkah nyata dan sukses!
            Ayo bangkitlah Indonesia, dulu kita bisa, berarti kita sekarang juga mampu. Rapatkan barisan bulatkan niat dan tekad, memilihlah dengan hati bersih dan cerdas. Memilih karena memang harus memilih, bukan karena tak ada pilihan. Dan kami semua menunggu Pemimpin harapan yang sanggup berreinkarnasi bak Maha Patih Gajah Mada..