Jumat, 25 Januari 2013

Saat Tubuh Merapuh dan Saat Menjadi Renta


Suatu siang, suami yang kupesani membeli sesuatu datang terlambat. Ia hanya bercerita di cegat temannya, hingga berbincang cukup lama. sayapun penasaran pengin tahu apa yang mereka bicarakan. Ternyata hal yang biasa, hanya rencana membezuk teman kantor yang sudah pulang dirumah sakit. Ini serangan Sakit stroke yang kedua, usianya belum genap 50 tahun. Meski kemarin sudah bezuk dirumahsakit, namun karena belum sembuh benar, perlu dijenguk lagi tuk besarkan si sakit, agar senantiasa ikhlas dan sabar hadapi sakitnya.

Aku jadi teringat temannya suamiku ini, sebelumnya ia sehat wal afiat. Mungkin sakitnya terpicu oleh kecelakaan hebat, dua tahun yang lalu, dimana suamiku juga mengalaminya. Cerita miris itu sempat kutoreh dalam sebuah tulisan, yang akhirnya dibukukan di "Mari Bicara" Sariwangi bersama 100 penulis lainnya oleh penerbit Gramedia. Buatku peristiwa itu adalah mukjizat, yang selalu kusyukuri setiap saat. Bagaimana tidak, mobil yang selip dan "terbang" akhirnya berguling2 kebawah dan terhenti setelah menabrak rumah dibawah jalan, dalam keadaan remuk tak berbentuk dan terbalik, semua penumpangnya selamat! dan suamiku hanya mengalami luka yang tak berarti, sedang penumpang lainnya ada yang patah tangan, ada kesleo dan  ada yang salah satunya tulang iga didada melenceng, hingga teman suami yang mengalami ini selalu memikirkannya dan akhirnya stroke menghampirinya. Untunglah Istrinya seorang dokter yang setia merawatnya.

Saat Ia sembuh dari serangan stroke yang pertama, Ia pernah bercerita pada suamiku :
"Terlalu berat untuk merasakan tubuh sakit yang merapuh, tak bisa berbuat banyak, kemana-mana menggantungkan orang, sedang anak-anak saya belum semuanya dewasa benar,.." keluhnya karena selama ini merasa sebagai seorang prefect, seorang yang selalu sempurna tuk lakukan apa saja.

Cerita tentang teman sakit, tak berhenti disini saja, Suami saya menambahi, kalau yang paling kasihan temannya satu lagi yang terkena stroke yang juga sudah dua tahun yang lalu.
"O...pak "itu" juga sakit stroke? kataku tak percaya, karena saat lampau pas saya sedang "berjuang", menitip-titipkan makanan di kantin, saya kerap bertemu dengannya. teman suami yang ramah, dan selalu menyapaku dengan senyum dan tawa khasnya.
"Bukan cuma itu, Istri dan anaknya tak peduli padanya. Seakan Ia di "buang" begitu saja. Dibiarkan, seolah 'hidup segan matipun tak mau'. Dan pernah suatu ketika (entah anaknya, atau istrinya) menginjaknya, sebagai tempat tumpuan mengambil sesuatu barang diatasnya, Dan mereka mengatakan, maaf pak kuinjak dulu.." kata suami saya menambahi dengan pelan.
"Apa,.?" kataku berteriak dengan mata yang membola
Ishtigfarpun tak henti dari mulut saya. Sangat  berharap berita yang didengar dari orang-orang itu adalah tak benar. Bila sampai benar, Script sinetron Indonesia tentang drama keluarga yang selalu berlebih-lebihan bukan hanya isapan jempol belaka, benar-benar nyata dan ada!
Hingga akhirnya Ia kembali pada keluarga besar yang mengurusnya. Saya heran mengapa bisa jadi begitu, bukankah mereka keluarga yang taat beragama? ternyata kata suami, saat sehat temannya itu sangat keras dan disiplin pada keluarganya, hingga saat merapuh, dalam keadaan sakit tak berdaya, jadi ajang balas dendam keluarganya padanya. Audzubilahimindzalik, Ya Allah nyuwun pangapura!

Dengan mata berkaca, kugenggam tangan suami (beneran nih). Dan berkata:
"Mas, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri kita kelak. Sakit, merapuh bukan lagi urusan usia. Berapapun usia kita, Ia bisa hinggap pada diri kita, dari diri yang tegap, sehat menjadi lunglai dan tak berdaya. Dukungan keluarga, terutama  pasangan hidup dan anak-anak sangatlah diperlukan. dan selalu harus kita perbaharui. saya sangat terharu ketika saya sakit, dan menjadi sangat lemah, anak-anak mengerumuniku bak semut yg mengintari gula, sambil memegang tangan dan tubuhku mereka berkata : "Allohumashfyi bu, moga Allah senantiasa menyembuhkanmu, kami sedih bila ibu sakit,..juga dukunganmu sangat berarti buatku.." seolah menerawang kembali saat saya tak sehat.

Saya jadi teringat oleh kisang Pepeng si "jari-jari" pemandu kuis jaman kolobendu yang terkenal itu. Ia sakit tulang belakang yang menahun. sampai-sampai tak bisa bangun, apalagi beranjak dari tempat tidurnya. Namun ia punya semangat hidup yang menyala-nyala. Ia masih bisa menafkahi keluarga denga kedatangan beberapa mahasiswa yang menginginkan ilmu darinya. Istrinya sangat mendukung dan menyayangi suami dengan sepenuh hati, hingga ia sempat berkata pada suaminya, "saya jatuh cinta sampai tiga kali pada suami saya, yakni saat kami menikah, kemudian saat Ia mengajakku pergi Haji dan terakhir saat Ia sakit,.."
Subhanallah, Allah mengirimkan seorang Istri yang sholehah padanya, Bau surga itu seolah sudah tercium,..

Dan tak ada salahnya ketika saya kagumi sosok Habibie, mantan Presiden kita yang cerdas itu. Bukan soal kecerdasaannya, namun soal kesetiaan pada istrinya saat sehat dan sakit. Ia sendiri yang menuntun lafaz Allah saat malaikat izrail akan bertugas mencabut nyawa istrinya. Digenggamnya tangan istrinya, tanpa henti walau Ia lakukan bertahun-tahun saat  sakit. Dan terlihat kecintaan yang luarbiasa pada sang Istri saat jasadnya kembali lagi ketanah. Persis film kartun "UP" walt disney yang kulihat tadi malam. Cinta tak bertepi suami sampai mati pada istri, walau tak dianugrahi buah hati.

Apakah juga kita masih juga menafikan cinta pada pasangan itu seharusnya  saat ia sehat dan sakit,  saat ia ada atau telah ber"pulang"? Bahkan Nabi Muhammad dalam suatu riwayat bernah 'marah' dan menegur Aisyah istrinya, yang cemburu saat Beliau selalu dan kerap menyebutkan nama siti Khatidjah, istri nabi SAW yang pertama yang telah wafat. Kata Aisyah; "Bukankah Khatidjah, sudah renta dan lama wafat? mengapa Nabi selalu saja membicarakan orang yang sudah tak ada itu,.." Nabi dengan nada marah berkata :"Hati-hati kalau berbicara tentangnya, karena ia adalah wanita yang mulia, bahkan suara 'terompahnya'(sandalnya) dari surga terdengar sampai disini,.."
Subhanallah. memanglah harus demikian adanya pasangan hidup itu bukan hanya disaat sehat saja, saat sakit dan saat tak adapun masih dihati belahan jiwanya,..

Perjalanan liburan kemarinpun banyak kuhiasi dengan membezuk keluarga yang sakit. Pakde, bude-bude yang sudah rentapun terbaring tak berdaya. Doa yang tulus dan sentuhan tangan kami membuat mereka semua berkaca-kaca, seolah ada kekuatan  untuk mengurangi beban rasa sakit yang tlah lama mereka sandang, menuju perjalanan usia milikNya. Hanya kesabaran yang luarbiasa dan keikhlasan dari si sakit dan terutama keluarga yang mengurusnya menerima perjalanan kehidupan ini. Sebenarnyalah surga yang berbau wangi bagi mereka yang Ikhlas menerima ini telah menanti, andai mereka tahu. Tapi kebanyakan mereka putus asa dan berkeluh kesah.Ya Rabbi, lindungilah kami, Ampuni dosa kami, jauhkan segala sesuatu yang "mematikan" mata hati kami, jadikan kami hamba yang peduli, penuh cinta pada keluarga dan sesama, karena sebenarnya kami takut pada  api nerakaMu, meski kami tahu tuk surga adalah perjuangan sangat berat buat seorang hamba yang hina ini,..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar