Selasa, 30 Juli 2013

BEDA "DERMAWAN" INDONESIA DENGAN DERMAWAN SAHABAT RASUL


Saat Ramadhan biasanya, semua orang tebar kebaikan. ibadah juga amal salih. tak terkecuali menebar sedekah sebanyak-banyaknya.
Nah di Indonesia, biasanya 'penebar sedekah' itu pastilah orang kaya dari kota besar balik kampung halaman. Dan perlihatkan sukses besarnya dikota. Bawa beberapa milyar uang receh, trus dibagikan antara rp. 20 ribu sampe 50 ribu ama yang punya 'gawe', dengan sedikit show..
Mobilisasi masa, yang mengular, berpeluh, berdesakan.
Seperti pemandangan yang 'layak' dan enak dinikmati oleh pemberi sedekah. Lihat mereka ada dalam posisi tangan dibawah, dan tentu ia dalam possisi tangan diatas.
saat liet ditipi: simbah-simbah yang seumuran ibu saya rela antri sampai megap-megap, ibu-ibu yang gendong anak balita, semakin sibuk tenangkan anaknya yang nangis keras, dehidrasi dan tak nyaman. Mereka diantara ribuan orang yang sewaktu-waktu pingsan, tentu selain perut kosong, mumet berat juga puasa tow..
Bila beruntung: hari itu semua selamat tanpa insiden. Meski kepayahan si pengantri kategori miskin dan dhuafa dapatkan uangnya, dan si pemberi: meski habiskan bermilyar uang: puas bisa melihat pemandangan "indah", karena ia dianggap dermawan, masuk tipi, koran.
Bila tak beruntung: insiden saling dorong, injak, tak terkendali sampai timbulkan beberapa korban sering terjadi. Pengantri ada yang meninggal, sedang si pemberi diperiksa polisi dan bisa masuk bui.
walah..lha wong pengin sedekah sampe sebegitu riya-nya..direwangi bisa masuk penjara.
dibanding terbalik jaman sahabat rasulullah. Ada seseorang yang meninggal, cucu Ali Bin Abi Thalib, namanya Ali  bin Husain. Saat dimandikan, beberapa orang terkejut. Dipunggung Ali terdapat tanda menghitam, seperti pekerja keras, pemanggul benda berat. Selidik punya selidik, orang-orang bergumam perlahan: jasad yang tengah dimandikan adalah orang yang mulia. Saat masih hidup, kata beberapa orang pernah memergokinya memanggul gandum, pada malam hari, sendirian dan diberikan pada orang miskin, didepan rumahnya..sehingga banyak orang tidak tahu, tiba-tiba saja didepan rumah mereka ada sekarung gandum, pemberian orang yang tak dikenalnya..
Hingga begitu Ali bin Husen meninggal, tak ada lagi shodaqah siir (Sedekah yang tersembunyi) yang terbagi pada masyarakat. Subhanallah ia bersedekah bertahun-tahun, memanggul sendirian gandumnya untuk terbagi tepat sasaran pada kaum miskin, tanpa kamera, tanpa pemberitahuan, tanpa mobilisasi masa, tanpa ingin dipuji, sampai menghitam punggungnya..
aah...malu saya lihat fenomena dinegeri kita yang suka pamer dan show. Khawatir sedekahnya malah gak berkah, tak sampai jannah malah terjerumus dalam neraka, sia-sia..(dan sangat sibuk saat ditanya malaikat di kuburan kelak tentang harta sia-sia itu).
Tapi tunggu dulu, saya masih punya sedikit cerita (mungkin ada yg pernah dengar ini). Ada seorang yang dulu petinggi Solo, didalam  mobilnya selalu ada beras. saat malam-malam suka dibagikan pada orang miskin dijalanan. Dia juga pernah memberi seorang bapak dan anaknya yang miskin ditepi jalan, malam hari. uang sebanyak 400 ribu (ini cerita suami atas pengakuan bapak itu), semuanya tanpa sorotan kamera, tanpa wartawan, tanpa ujub dan banyak yang tidak tahu cerita itu. Coba tebak siapa seseorang itu?

**Kisah ini moga dapat menjadi renungan. sedekahlah yang banyak, namun hati-hati. upayakan tangan kiri tak tahu, bebas riya' dan tanpa ujub..insy berkah dan dilipatgandakan kelak olehNya..