Rabu, 30 Januari 2013

“ KAMBING PAKLIK PARNO “





            Udara malam yang menggigit di kaki bukit dusun ArgoMulyo itu, tak halangi beberapa jamaah yang khusuk di mushola “al-Falah” saat Isya’. Sebelum mereka beringsut pulang, Pak sholeh, Modin desa, mengadakan pertemuan mendadak, hingga jama’ahpun dengan sukarela mengurungkan niatnya untuk segera pulang.

“Sederek-sederek, saya minta maaf karena tidak beritahukan dulu sebelumnya kalau saya minta waktu sebentar, dan terimakasih karena sampeyan semua sudah sudi meluangkan waktunya,..”Pak Sholeh mengawali pertemuan kali itu.

“Karena sebentar lagi bulan dzulhijah akan kita jelang,.maka kita persiapkan sebaik-baiknya bulan itu untuk Idhul Adha,..menyembelih qurban., nah pertanyaan saya, adakah tahun ini didesa kita kambing yang akan disembelih.? Mosok lucu bukan kepalang  kalau kita hanya menyelenggarakan sholat ‘Ied saja, seusai sholat tingak-tinguk karena tak ada hewan yang mau disembelih,..” Ucap pak sholeh sambil peragakan ‘tingak-tinguk’ menoleh kekiri dan kekanan jama’ah,..

“Memang tahun kemarin kita sempat menyembelih 3 kambing, satu dari pakde Jumali, juragan ayam pojok desa, satunya dari saya, dan satunya …sebuah kejutan besar, karena mas Danuri, yang maaf Cuma tukang parkir di Pasar Sambilegi, mampu Qurban satu ekor kambing!! Opo ora hebat,..” sambil menggelengkan kepala pak Sholeh menengok mas Danuri, yang tadi kurang konsentrasi dengar pujian Pak Modin,..sampai-sampai pak Sugeng menyentuh pundaknya beri isyarat kalau ia sedang dibicarakan. Tahu begitu, mas Danuri jadi salah tingkah pecinya digeser miring dikepalanya.

“Apa nih resepnya mas Danuri kok tahun kemarin bisa-bisanya qurban, karena kita tahu kita ini sama-sama wong kesrakat,..orang yang tak mampu kalau harus membayar jreeng sak juta lebih seratus ribu,..pripun mas,..monggo ngendikan,..”

“Ah, ndak ada resepnya Pak Sholeh,..semua juga tahu berapa toh penghasilan seorang juru parkir, belum lagi penghasilan saya dibagi dua sama teman tukang parkirku..”

“Ndak usah merendah mas Danuri,..bilang saja biar kita ini bisa meniru sampeyan suatu saat nanti,..” pak Ashori ikut penasaran. Tahu seluruh pandangan tertuju padanya, mas Danuri jadi salah tingkah, duduknya agak bergeser ketempat paklik Somad, yang masih terhitung saudaranya.

“Saya Cuma terkesan oleh  Yu Sarmi, penjual sayur yang suka memarkir di Pasar Sambilegi. Saat Qurban dua tahun lalu, Ia membawa bronjong besar. Biasanya Cuma membawa bagor yang diikat tali kalau sedang kulakan sayur. Saya Tanya kadingaren bawa bronjong yu,..katanya untuk membeli kambing di pasar kewan,..trus kutanya,..wah wis sugih ya, Yu Sarmi ini mau qurban segala,..kataku basa-basi,..namun jawabannya cukup mengejutkanku  katanya: ‘Saya nabung setiap hari tiga ribu rupiah hasil jualan sayur  dan kucemplungkan di celengan Jago,,..nah pas mau qurban, celengan ini saya buka,..kuhitung ternyata dapat sak juta limapuluhribu,..sepertinya sudah cukup beli kambing yang sehat,..kuat dan cukup umur untuk qurban.’.” Mas Danuri menghela nafas, sambil mengingat-ingat ucapan apa yang ia dengr dari Yu Sarmi dua tahun lalu yang menjadi titik balik-nya untuk niat berqurban,..meski ia termasuk orang yang kesrakat orang yang tak punya.

‘Yah,..sederek sekalian saya Cuma meniru apa yang dilakukan Yu sarmi,..dengan menyisihkan tiap hari uang barang 2-3 ribu, bila dilakukan dengan ikhlas ternyata tak berat,..dan hasilnya saya sendiri juga gumun alias heran,..bisa-bisanya saya si tukang parkir bisa menyerahkan kambing qurban untuk pertama kalinya tahun kemarin,..dan sekarang  tahun ini InsyaAllah kambing qurban ke dua bisa saya beli dari tabungan tiga ribuan itu, dan nyuwun donganya tahun-tahun berikutnya bisa terus berqurban,..”

“Subhanallah,..Mas Danuri ini adalah bisa dijadikan teladan juga Yu Sarmi yang rumahnya didesa tetangga ,  sebagai percontohan semoga bisa dimudahkan Allah untuk bisa ber Qurban setiap tahunnya meski kita ini wong cilik,..ingatlah ya sadulur smuanya dalam sebuah ayat Allah berfirman: ‘Tidaklah sekali-kali darah dan daging qurban itu akan sampai padaku, kecuali ketaqwaan diantara kamu sekalian,..’ Nah nilai taqwa  ini sebenarnya yang harus kita kejar. Bagaimana mungkin kita bisa disebut bertaqwa kalau kita tak berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti perintah Allah, yang sebenarnya bisa kita laksanakan kalau kita berniat dan ikhlas, dengan cara ya mungkin mencontoh mas Danuri dan Yu Sarmi ini,..:

“..apalagi bagi sederek yang sebenarnya mempunyai kemapuan tapi sangat berat untuk menyisihkan harta yang dicintai-nya. Lha sebenarnya yang sudah punya mobil khan lebih dari mampu to,..” lanjut pak Sholeh sambil melirik pak Harun yang sedang teklak-tekluk pertanda sedang ngantuk, tahu kena sindir, pak Harun Cuma tersenyum kecut sambil ngucek-ucek matanya.

“Atau sederek yang sudah punya kambing 25, wah akeh temen ya,..kalau misalnya  nempil satu saja untuk qurban,.. tentu kita akan senang sekali..saya mencoba berkhayal ya,..kalau begitu bila dihitung Qurban tahun ini lumayan banyak,..ada pak Jumali juragan ayam, saya, mas Danuri, pak Harun dan paklik Parno,..nggih mekaten to paklik,..” sambil mendehem perlahan dan tentu menatap tajam paklik Parno,..hingga paklik satu ini jadi gelagapan.

Sambil garuk-garuk kepala yang tiba-tiba terasa gatal, paklik Parno menanggapi sindiran Pak Sholeh dengan lirih.

“Lha nggih belum dulu to pak Modin, saya belum siap, masih ada rencana yang belum saya laksanakan, mungkin tahun depan,..sama kambing saya ada 24 pak bukan dua lima,..Cuma yang satu sedang nunggu manak-nya , paling nanti malam atau besok pagi yang melahirkannya..”

Ah,..paklik Parno ini lucu benar ya,..pakai acara meralat perkataan pak Modin segala tentang jumlah kambingnya, malah ditambahi laporan kalau kambingnya ada yang hamil tua dan sebentar lagi mau manak-melahirkan,..terlihat beberapa jamaah mulai mesam-mesem..
                                                        ###########


Sepulang  dari masjid, nampak paklik Parno “grundelan”, rasanya mangkel sungguh kalau mengingat Ia tadi menjadi bahan sindiran, meski sebenarnya sindiran itu untuk kebaikan. Soalnya Ia sudah rencanakan  lama sejak si Salim anak lanang-nya diterima kuliah di UGM., Untuk membeli Mobil minibus seperti punyanya Pak Harun.

 Meski jarak antara rumahnya dan kampus hanya satu jam perjalanan, Salim memilih untuk Kost dekat kampusnya, katanya biar tak capek bolak-balik kerumah, apalagi Ia aktif di berbagai lembaga di kampusnya, tentu sangat repot bila sampai rumah tengah malam. Bapak dan Simbok Salim juga mendukungnya, Cuma masalahnya kalau mau menengok di Kost-nya, Paklik Parno merasa sangat ribet bila naik sepeda motor berempat, yakni dengan mbok Harti- ibunya Salim, Hanah dan Ridwan dua adik Salim, tentu dengan dirinya

Makanya Paklik Parno pengin beli Mobil minibus seperti milik Pak Harun yang katanya dibeli seharga 25 juta kelihatan apik, bergengsi juga bisa ngangkut sekeluarga tanpa repot kemana-mana, apalagi tengok Salim di Yogya.,  dan tentu uang untuk beli mobil adalah hasil penjualan 23 kambing miliknya, tentu tak termasik si “manis” kambing yang akan melahirkan itu.

“Ono opo pak, kok kliatan muram pulang dari Mushola” Mbok Harti bertanya pelan karena tahu tabiat suaminya yang pemarah.

“Itu lho pak Modin, nyidir-nyidir aku dan kambingku, trus malah muji-muji mas Danuri sama Yu Sarmi,..kepiye karepe,..”

            “Critane piye pak,..saya kok ndak mudeng?”   

“Tadi, pak Modin kumpulkan warga bahas Idhul Qurban, katanya tahun ini ada ndak yang mau qurban,,.giimana kalau tahun ini selain yang tlah qurban tahun lalu ditambah Pak Harun yang sudah punya mobil, sama aku yang punya kambing akeh,…”

“Ya benar to pak, kata Pak Modin itu, mbok ya sesekali kita nyoba serahkan kambing tuk Qurban to pak,..apalagi tadi si Salim sudah telpon aku lewat HaPe-nya mbak yayuk tetangga samping rumah, nanyain mbok kalau bisa tahun ini kita Qurban,.soalnya dia juga jadi panitiia Qurban di kampusnya pak,..”

             “Apa..?” Paklik Parno mendelik.

“Wis,..kamu juga anak lanang-mu ndak beda ama pak Modin yang bujukin aku tuk qurban ya,..opo bune ndak inget kalau rencanaku dah bulat tuk beli mobil kaya punyae pak Harun kae dengan menjual 23 kambing milik kita,..lha nak ditempil satu aja tuk qurban yo,ra genep lagi uang  tuk beli mobil iku,..” Suara Paklik Parno meninggi, pertanda  marahnya mulai tesulut. Mbok Harti paham dengan gelagat suaminya, dengan cepat ia mengalihkan perhatian.

“Kok bisa ya Mas Danuri sama Yu Sarmi dipuji-puji pak Modin gimana critane pak?’

Meski enggan paklik Parno mencoba menceritakan percakapan mereka di Mushola tadi.

“ooo, gitu to jebul dengan menyisihkan 3 ribu rupiah perhari dalam setahun bisa dapat kambing? Kok ya tak pernah terpukirkan sebelumnya ya olehku, tahu gitu dari dulu aku bisa ber Qurban, tanpa nunggu lerem-nya ati pakne untuk mengikhlaskan kambingnya satu saja untuk qurban,..bukankah hewan qurban itu kendaraan kita diakherat kelak ketika kita akan melintasi padang masyar  pak?”Mbok Harti mencoba mengingat isi pengajian ibu-ibu jumat kemarin.  

“Mbuh karepmu bune, sana nyelengi telung ewu-nan sampe jeleding dapat kambing ,..” Pak lik Parno benar-benar kesal dan mulai mengejek niat baik istrinya.

“Ya udah pak, kalo masih marah, tapi mungkin ini berita bagus yang bisa buatmu senang. “Si Manis “ sudah beranak, dua  ekor, lucu dan sehat, tadi pas pakne berangkat Isya di Mushola. Dah mau nyusu babonnya ,..bila mau menengok pakai senthir yang ada didapur, tapi jangan lupa dikembalikan lagi pak, soalnya bisa bahaya bila diletakkan disana,..”

Wuuuzz… dengar berita itu Paklik Parno tanpa komentar apapun langsung ngge-blas menuju ke kandang kambing, disambarnya senthir didapur, tanpa pedulikan pesan istrinya.


                                                          ###########

Wah, dua kambing yang lucu dan sehat,..bathin Paklik Parno, hatinya langsung berbunga, kelahiran kambing, baginya adalah harta yang tak ternilai. Dua cempe itu terlihat terlelap disamping babonnya “Si Manis”,

 Baru saja mau membenahi jerami yang berserakan disekitar kandang tiba-tiba terdengar namanya disebut.

“Paklik Parno, ikut saya ya, membetulin saluran air yang mampat didekat sawah saya pinggir desa. Hari ini khan giliran sawah saya yang dapat ilen-ilen…”Ajak pak Harun  disamping kandang , setelah diberi tahu Mbok Harti keberadaannya..

Sebenarnya Paklik Parno agak enggan karena dia ingin berlama-lama dengan Si Manis yang baru melahirkan, tapi demi niatan sekalian Tanya-tanya mengenai mobil bekas seperti punya-nya pak Harun, langsung saja Paklik Parno  bergegas dekati Pak Harun yang nunggu dengan pacul dipundak, Dia lupa dengan pesan istrinya, tentang senthir yang ditinggal di kandang kambingnya, pikirnya Cuma sebentar saja, dan biar tuk hangatkan cempenya, setelah bantu pak Harun, senthir akan dikembalikan ke dapur,..

                                                         #############

           Seusai membetukan jalan air, Paklik Parno langsung memberondong dengan banyak pertanyaan seputar mobil bekas sama Pak Harun, di gazebo kecil-tempat mengusir burung di sawah milik Pak Harun. Namun belum begitu lama mereka berbincang, tiba-tiba terdengar suara  kenthongan warga yang  semakin lama semakin keras. Pertanda ada sesuatu kejadian didesa mereka.. Keduanya saling berpandangan, dan kemudian sigap membawa pacul dan turut berlarian kecil disepanjang pemantang sawah

          Dada Paklik Parno berdegub dengan kencang, Ia baru merasa meninggalkan rumah sebentar, namun tak terasa memang sebenarnya hampir dua jam, dan perasaannya mulai tak enak karena mendengar  Udin remaja tanggung yang ngalor-ngidul membawa kenthongan dan berteriak

         :”Ada kebakaran,..kebakaran,..kobongan,..kobongan..”

           Dan arahnya memang menuju rumahnya !!! duh jangan-jangan senthirku,senthirku
Pikir Paklik parno sudah tak karuan. Dia segera njranthal berlari. Dan benar adanya..

           “Piye to pakne,..ninggal senthir kok didalam kandang,..sudah kubilang tadi to,..trus njenengan itu dimana to,.pergi tak pamit.’ Mbok Harti glesoran di tanah.

          “Yang mana kena kebakarannya Bune,..Hanah, Ridwan piye?” paklik Parno sudah gugup setengah mati melihat asap yang membumbung tinggi keangkasa dan api yang menjilati Kandang kambingnya juga sebagian dapurnya yang kebetulan sangat dekat dengan kandang kambingnya.

           “Itu Hanah dan Ridwan …”mbok Harti menunjuk kedua anaknya yang sedang didekap Mbah Kerto tetangga dekatnya karena sangat ketakutan

            “Tapi,..”

            “Tapi opo bune..?”Tanya Paklik Parno dengan nada khawatir

             “Kambingmu semua ora kalap,..juga termassuk cempe-cempemu,..piye to sampeyan pak, senthirmu paling tadi disepak kambingmu atau disenggol tikus,..wis enthek habis semua,…”
         “Apa,..?...semua wedhusku,….kambingku,..si Manis,..cempeku,..mobilku,…”suara paklik Parno yang tadi meninggi tiba-tiba mulai melemah. .Sebelum pingsan lamat-lamat Dia mendengar suara Lik Somad.

          “Wah kasihan ya, di minta meng-ikhlaskan satu ekor saja kambingnya untuk qurban saja enggan, Paklik Parno malah meng-ikhlaskan seluruh kambingnya pada api,..”

            “Huuuus, jangan bilang gitu pak, ora ilok.”terdengar suara tetangganya yang lain
 Lalu Paklik Parno-pun pingsan di sandaran Pak Modin Sholeh dengan sukses……..


 Sukoharjo, 2011




Tidak ada komentar:

Posting Komentar