Selasa, 30 Juli 2013

BEDA "DERMAWAN" INDONESIA DENGAN DERMAWAN SAHABAT RASUL


Saat Ramadhan biasanya, semua orang tebar kebaikan. ibadah juga amal salih. tak terkecuali menebar sedekah sebanyak-banyaknya.
Nah di Indonesia, biasanya 'penebar sedekah' itu pastilah orang kaya dari kota besar balik kampung halaman. Dan perlihatkan sukses besarnya dikota. Bawa beberapa milyar uang receh, trus dibagikan antara rp. 20 ribu sampe 50 ribu ama yang punya 'gawe', dengan sedikit show..
Mobilisasi masa, yang mengular, berpeluh, berdesakan.
Seperti pemandangan yang 'layak' dan enak dinikmati oleh pemberi sedekah. Lihat mereka ada dalam posisi tangan dibawah, dan tentu ia dalam possisi tangan diatas.
saat liet ditipi: simbah-simbah yang seumuran ibu saya rela antri sampai megap-megap, ibu-ibu yang gendong anak balita, semakin sibuk tenangkan anaknya yang nangis keras, dehidrasi dan tak nyaman. Mereka diantara ribuan orang yang sewaktu-waktu pingsan, tentu selain perut kosong, mumet berat juga puasa tow..
Bila beruntung: hari itu semua selamat tanpa insiden. Meski kepayahan si pengantri kategori miskin dan dhuafa dapatkan uangnya, dan si pemberi: meski habiskan bermilyar uang: puas bisa melihat pemandangan "indah", karena ia dianggap dermawan, masuk tipi, koran.
Bila tak beruntung: insiden saling dorong, injak, tak terkendali sampai timbulkan beberapa korban sering terjadi. Pengantri ada yang meninggal, sedang si pemberi diperiksa polisi dan bisa masuk bui.
walah..lha wong pengin sedekah sampe sebegitu riya-nya..direwangi bisa masuk penjara.
dibanding terbalik jaman sahabat rasulullah. Ada seseorang yang meninggal, cucu Ali Bin Abi Thalib, namanya Ali  bin Husain. Saat dimandikan, beberapa orang terkejut. Dipunggung Ali terdapat tanda menghitam, seperti pekerja keras, pemanggul benda berat. Selidik punya selidik, orang-orang bergumam perlahan: jasad yang tengah dimandikan adalah orang yang mulia. Saat masih hidup, kata beberapa orang pernah memergokinya memanggul gandum, pada malam hari, sendirian dan diberikan pada orang miskin, didepan rumahnya..sehingga banyak orang tidak tahu, tiba-tiba saja didepan rumah mereka ada sekarung gandum, pemberian orang yang tak dikenalnya..
Hingga begitu Ali bin Husen meninggal, tak ada lagi shodaqah siir (Sedekah yang tersembunyi) yang terbagi pada masyarakat. Subhanallah ia bersedekah bertahun-tahun, memanggul sendirian gandumnya untuk terbagi tepat sasaran pada kaum miskin, tanpa kamera, tanpa pemberitahuan, tanpa mobilisasi masa, tanpa ingin dipuji, sampai menghitam punggungnya..
aah...malu saya lihat fenomena dinegeri kita yang suka pamer dan show. Khawatir sedekahnya malah gak berkah, tak sampai jannah malah terjerumus dalam neraka, sia-sia..(dan sangat sibuk saat ditanya malaikat di kuburan kelak tentang harta sia-sia itu).
Tapi tunggu dulu, saya masih punya sedikit cerita (mungkin ada yg pernah dengar ini). Ada seorang yang dulu petinggi Solo, didalam  mobilnya selalu ada beras. saat malam-malam suka dibagikan pada orang miskin dijalanan. Dia juga pernah memberi seorang bapak dan anaknya yang miskin ditepi jalan, malam hari. uang sebanyak 400 ribu (ini cerita suami atas pengakuan bapak itu), semuanya tanpa sorotan kamera, tanpa wartawan, tanpa ujub dan banyak yang tidak tahu cerita itu. Coba tebak siapa seseorang itu?

**Kisah ini moga dapat menjadi renungan. sedekahlah yang banyak, namun hati-hati. upayakan tangan kiri tak tahu, bebas riya' dan tanpa ujub..insy berkah dan dilipatgandakan kelak olehNya..
 

Selasa, 14 Mei 2013

SEPENGGAL CERITA SIANG HARI..

Sebenarnya boring nunggu anak keluar dari kelasnya, meski saya tak sendiri karena ditemani seorang lelaki tampan disamping. eits..jangan pikiran enggak-enggak dulu ya, tentu ia adalah bapaknya Fian, bapak dari anak yang kutunggu itu.

Disela-sela jenuh yang melada, karena percakapan seolah sudah saya habiskan diperjalanan tadi, saya menyenggol bapaknya Fian untuk memperhatikan anak perempuan yang sepertinya juga kelas satu SD yang menunggu jemputan pulang. Kulirik jam, sepertinya sudah 40 menit berlalu anak itu sabar dalam penantiannya. Tiba-tiba ia minta hapenya pak Satpam SD untuk dipinjamnya dan.."Halo..mamah dimana neh? luama buanget ndak jemput ki piye? sekarang mamah baru apa? ha? piye dimatikan saja hapenya sana..." katanya lantang.

Saya tersenyum.Bukan main 'kendel' bin beraninya anak itu. Bila dibanding Fian, boro-boro mau pinjem hape-nya pak Satpam untuk beritahu simbok-nya kalau sedang lupa njemput, lha wong bilang sama pak gurunya untuk tidak mau les hari ini saja ndak mau. katanya malu. Padahal yang les cuma dua orang saja, dan pak guru yang baik hati lagi ndak galak itu gurunya sendiri yang mengajar hampir setahun ini.

Ya, Si kecilku itu memang masih les. Karena memang diantara teman-temannya ia agak keteteran. Bukannya mengapa, sebenarnya dia belum siap untuk sekolah SD. Pemahaman sama soal yang diberikan padanya masih membuatnya 'geleng-geleng kepala'. Segi usia yang juga teramat muda, faktor kusekolahkan di SD favorit turut "memperburuk" kondisinya. Permasalahannya ia harus mengejar ketertinggalan degan berlari, bukan sekedar jalan cepat.

  Diujung gelisah saya, pernah mau saya  les-kan ketempat les "pembuka otak kanak, kiri, tengah-belakang-samping-atas-bawah.."  sudah mendaftar dan hampir membayar biayanya, cuma setelah dipikir-pikir, dengan biaya sebegitu besar (bisa diibaratkan bisa untuk beli laptop), namun fasilitasnya tak maksimal. Hanya 2 kali pertemuan bersama orangtua di hotel berbintang, dan 4 kali terapi. Kutanya, "jika hasilnya tak seperti yang diharapkan, apa tidakannya?" jawaban CS-nya taktis, "ya ikut lagi program perawatan lanjutan dengan biaya sekian,.sekian..". 

Wah buat saya namanya 'pemerasan', lha ngapain harus ke hotel berbintang segala, kalau membuat biaya kursus itu jadi menjulang tinggi. Dan jika target gak tercapai, ngapain juga sana tak tanggung jawab menyelesaikan target itu, dan malah harus membayar lagi dengan biaya yang tak sedikit.
So, apa nih yang harus saya lakukan untuk Fian? Ya, saya percayakan saja les itu pada gurunya jika disekolah, dan kami bimbing lagi dirumah.Sambil menerangkan dengan bahasa yang mudah dimengertinya.

Sebenarnya, sudah banyak kemajuan pesat dari si kecilku ini. Cuma harus berlari mengejar banyak ketinggalan, padahal ia hanya bisa berjalan dengan cepat dan terengah-engah. Suamiku sampai bilang ,"Lha mau gimana lagi, ndak bisa disamain dengan kakak-kakaknya yang bisa berprestasi di kelas, setiap anak memang beda.."

Ya, emang setiap anak itu beda. Tak bisa disamakan dengan yang lain, juga dalam pemahamannya. Lha wong saat SD dan SMP saja saya sama sekali tak berprestasi. Baru saat di MAN lumayan bisa tersenyum, karena saya bersekolah di tempat yang tepat. InsyaAllah si kecilku Fian ini, masih sangaat bisa berkembang; maklum seperti kabel yang masih banyak yang belum terhubung sempurna.

Bicara tentang cerdas, siapa sih yang tak mau buah hatinya dikategorikan cerdas? seolah-olah bisa menjadikan kunci 'pas' yang bisa masuk ke dunia apa saja. Adapula seorang pendidik yang dengan tega 'menghina' anak didiknya yang masih belum dikategorikan cerdas, status dimasyarakat yang selalu tanya setiap kenaikan kelas,"Rangking berapa?", walaupun memang wajar, bisa terlihat dengan jelas, anak yang pintar selalu mendapat tempat.

lalu, bagaimana dengan anak yang basa-biasa saja, dan merasa sedih saat mau cari sekolah  setelah kelulusan? Banyak yang mengira; jika tak sekolah di negeri yang punya NEM tinggi, itu berarti 'warga kelas dua', yang siap-siap dilempar ke sekolah swasta...
Hhiihi padahal sekolah swasta yang notabene berbasic agama sebenarnya punya nilai plus yang sangat tinggi
. Sangat sederhana sebenarnya nilai plusnya: bukan lengkap ada lab multimedia, perpustakaan, lab IPA, kesenian dan kegiatan yang jempolan, guru-guru berprestasi dan lainnya,..nilai plus-nya adalah mengajak anak untu berakhlak mulia, cerdas pikir, cerdas hati. Sehingga, tanpa memikirkan berapa nilai NEM anak, dua anak saya langsung kami  'lempar' ke pesantren, lho kok lempar..maaf yang benar 'tempatkan'..

Tapi hidup memang pilihan kok, jika memang mau kesekolah negeri, satu wanti-wanti saya, perhatikan masalah akhlak anak, pergaulan dan ibadahnya. Memang sih, bersekolah di basic agama tak serta merta  menjadikan mereka mempunyai akhlak yang baik, kadang bahkan ada yang tetap buruk, hanya berjaga-jaga saja tempatkan  anak pada lingkungan yang tepat.

Sebenarnya, lagipula kecerdasan bukanlah yang utama masuk surga. hampir semua ayat, tak ada yang menyebutkan"hai orang-orang yang pandai...atau hai orang-orang yang kaya..", mesti yang ada, "hai orang-orang yang beriman..." atau "hai manusia..". Cerdas, kaya, miskin, kurang pintar, cantik, jelek, besar kecil semuanya hanya ditimbang adalah iman-nya pada Sang Pemberi Hidup. Akan sangat indah jika beriman tapi cerdas dan kaya, sebaliknya bukan jadi orang bangkrut: sudah miskin, jelek, tak cerdas lagi buruk perlakuannya.

Kembali kulirik anak perempuan itu yang masih menunggu jemputannya. Ia mulai bercerita dengan teman lelaki disebelahnya. Membahas mobil Pajero sport, ertiga, merk Toyota, Daihatsu, suzuki dengan fasihnya, lengkap dengan spesifikasinya..sedang di ujung korior, terlihat si hitam manisku datang, tersenyum dan menghambur memelukku.



Sambil menerawang, teringat dulu saat dia berusia tiga setengah tahun ia pernah sangat cerdas, melebihi juara dunia Rubiks kala itu. bagaimana tidak, saat itu sedang getol-getolnya permainan rubiks. Unjuk menjinakkan satu sisi saja, saya bisa seharian, belum tentu bisa. Bahkan Bapaknya Fian saat itu iseng-iseng mencoba rubiks yang tergeletak milik Fani anak sulung kami, beberapa waktu dicobanya akhirnya menyerah diletakkan lagi kelantai. Fian yang saat itu berusia tiga setengah tahun langsung mengambil rubiks tadi, dan menjinakkan empat sisinya dalam waktu kurang dari sepuluh detik! Kami sangat terkejut dan saling berpandangan..saat ia bilang "Pak,..jadi..pak.." sambil menyerahkan hasil rubiks tadi.

Ditengah penasaran, bapaknya mencoba obrak abrik rubiks tadi menjadi cerai berai, dan diserahkan kembali padanya. Kakak-kakaknya ketakutan semua berhambur mendekati saya diruang sebelah, takut karena ada hal aneh terjadi.. Tiba-tiba dibelakang kami  dalam hitungan detik Fian datang dengan membawa rubiks tadi dan berkata,"Hore..jadi lagi..."

Usut punya usut ternyata sepertinya yang menggerakan dan membantu menjadikan rubiks tadi memang bukan Fian sendiri, kupikir saat saya membezuk tetangga jauh yang tengah sakit, yang ditengarai banyak jin dirumahnya ikut pulang bersama kami, dan salah satunya ikut membantu Fian tadi. Karena hari berikut Fian di tes, tidak bisa lagi menjinakkan rubiks itu. Hihiihi..meski geli bercampur horor, cerita kepandaian Fian bermain rubiks tak lupa menjadi bumbu cerita lucu  kami sampai hari ini..

Meski tak sama dengan perempuan kecil itu, Fian-ku tetap  bidadari kami, ia akan indah pada masa dan waktunya. Suatu hari kelak, insyaAllah akan buktikan pada kami. Ia akan padukan cerdas hati dan pikirnya, untuk hal yang baik dan bermanfaat untuk dirinya dan sekitarnya,..aamiin..




 


 




Senin, 22 April 2013

LA TAHZAN, JANGAN BERSEDIH! JADILAH MANUSIA YANG PALING BERUNTUNG DAN BAHAGIA...

Ada perbincangan menarik, antara diriku dan suami pagi ini.
Saat jalan-jalan pagi, kami bercerita tentang syukur yang tak terhenti atas kenikmatan Allah yang diberi tiada pernah berhenti mengalir .
Sampai suatu titik, mulailah ia cerita, yang terselip gundah belum lama ini saat "tidak terlalu terpakai lagi" di suatu lembaga yang dulu 'membesarkannya'.
"Posisiku,..dijepit,..pit sampai tak leluasa bergerak. Jam mengajar yang biasanya seminggu 3-4 kali mengajar, menjadi hanya sekali saja satu jam. belum  sama sekali tak diberi 'jabatan' apapun selain mengajar, padahal sebelum ada perombakan struktur organisasi, semuanya serba menyenangkan, silaturahmi antar teman terjalin indah,..." katanya dengan nada pelan.
"Tapi, bukankah Allah sudah menggantinya jauuh lebih baik?" timpalku dengan mengingatkan.
Ya, memang benar, setelah ditelusur-telusur, seluruh perjalanan kehidupan pastilah mengandung 'rahasia' terbesar Allah, dalam meninggikan derajat umatnya yang mencintaiNya. Meski sudah mulai lambat tapi pasti 'kehilangan' sumber penghasilan dari situ, Allah beri ganti di tempat lain lebih banyak. Mengajar tanpa henti di 3 perguruan tinggi yang berbeda. Bila hanya seorang manusia yang menutupi jalan rizki, maka yakinlah Allah akan membukakan jalan jauuuh lebih lebar dan luas.
La Tahzan!

Janganlah bersedih. NikmatNya tak terkira terbentang dari langit sampai dalam kerak bumi.Bila tak berhasil yang satu, cobalah dengan yang lain. Dan jangan mengira jika ada seseorang yang menutupi rezeki orang lain, maka sesungguhnya Allah telah membukakan jalan yang lebar untuk rezeki yang lainnya.
Janganlah berhenti berusaha, berupaya dan berdoa. Tak ada yang tertukar dari rezeki itu, yang ada masih tertahan, belum digali, belum diburu, dan belum dibuka, jika kita pada titik usaha maksimal.
 Qadar Allah masih bisa kita koreksi dengan sejuta upaya dan doa kita..
Tetaplah semangat dan merasa menjadi manusia yang paling beruntung dan bahagia dimuka bumi, karena itulah yang membuat manusia selalu diliputi rasa syukur, jauh dari kufur dan sedih.
Serahkanlah seluruh kehidupan ini pada yang Maha Pemberi Nikmat dan Maha Penghapus Kesedihan, karena hanya dengan itulah kehidupanmu akan menjadi bermakna dan lebih baik lagi..

 

Rabu, 20 Maret 2013

SEPENGGAL CERITA INDAHKU UNTUK IIDN




Nyaman,
Salah satu kata yang ingin kuucap menggambarkan IIDN ini. Mungkin banyak yang tahu, kalau saya ini orangnya ‘ramai’, suka komentar sana-sini, sapa sini dan situ. Tapi sebenarnya saya tipikal orang pecinta ‘nyaman’. Bila saya tak nyaman dengan suatu komunitas, yang terjadi adalah saya menjadi pendiam, sama sekali tak komentar, bahkan sekedar ‘like’.
Mengenal Ibu-ibu Doyan Nulis lebih dari dua tahun, adalah berkah buatku.  Saya teramat nyaman di komunitas ini. Terdampar disini karena ‘salah pencet’, saat menelusuri akun suatu produk, maklum saat itu saya giat-giatnya ikut lomba nulis pada beberapa produk.

‘Salah pencet’ ini membuat saya tersenyum. “inilah komunitas yang selama ini saya cari”, batinku. Awalnya dengan malu-malu menyapa ibu-ibu dan mbak-mbak yang ada disitu, lha sama sekali tak ada yang kukenal. Sapaan tentu dengan postingan tulisanku: wow sambutannya luarbiasa. Sekali posting tulisan bisa lebih dari 70 komentar. Semuanya ramah, berpegangan tangan untuk suatu kebaikan. 

Komunitas ini bergerak dinamis, sama sekali tidak statis. Selalu ada yang baru. Ada yang berkisah, berpuisi,bertutur, mengajar dan banyak muridnya, ada yang balas salam, ada yang posting kegiatannya, ada juga yang sedang bahagia karena pencapaian terbesarnya setelah aktif di IIDN, dan ada yang suka-suka. Bila ada pengajar yang berpamitan, selalu saja ada orang baru yang dengan ikhlas menggantikannya.
Hmm..tak ada kata, sok tahu, sok pintar, hebat sendiri dan pelit berbagi. Hampir semua berkarakter sama: rendah hati, ramah, berbagi adalah kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan oleh ibu-ibu disini. Iri dengki? Wow, sangat jauh. Tapi saling mengompori temannya untuk produktif, maju, kreatif : adalah kewajiban! Jika ada terpuruk bersedih, hampir anggotanya bahu membahu meneguhkannya, menyodorkan pundak untuk bersandar. Semuanya sangat indah!

Dan yang sangat kusuka, bila ada teman yang berhasil: tembus media masa, juara menulis, berhasil terbitkan buku, dan segudang prestasi lainnya. Sepertinya saya serasa juga ikut andil didalamnya, entah saat mereka bertanya lewat inbox kepadaku, saat saya meneguhkannya waktu mereka putus asa. Pokoke ge-er yang positif: berbahagialah saat teman peroleh kebahagiaan, karena kebahagiaan itu hembuskan energy positif dalam jiwa, bukakan hati lebar untuk malaikat yang turut mendoakan agar kita bisa sukses, sesukses mereka. Bukan sebaliknya menahan sakit hati karena terkepung iri dengki yang melanda.
Subhanallah Ibu-ibu Doyan Nulis ini sangat hebat: bergerak maju bersama dalam gandengan tangan mesra, seperti ketel uap yang akan meledak setiap saat, setiap waktu: ledakan prestasi tentu saja.

Bicara tentang IIDN, tak lepas dari foundernya yang ramah baik hati lagi jelita. Ya, ibu Indari Mastuti sebagai penggerak, lokomotif komunitas ini tak hentinya mencari terobosan agar ibu-ibu disini dan kaum perempuan pada umumnya tidak hanya berdiam diri dirumah. Berkarya dan maju bersama. Siapa dari ibu-ibu disini yang berawal tak punya karya, kemudian tiba-tiba punya satu, dua, tiga bahkan bisa belasan buku? Dan tiba-tiba pede untuk unjuk gigi ke media massa, majalah, atau malah jago bikin blog?



 Saya yang akan ngacung tinggi-tinggi, dan ini mungkin diikuti puluhan, bahkan ratusan dari anggota IIDN yang berjumlah 6000 orang ini. Ya, yang saya rasakan sekarang ini adalah menjadi manusia baru yang punya cita-cita. Kehidupan ini menjadi sangat berwarna, saat anak, suami keluarga bangga dan memberi satu sebutan saya: “ibu saya adalah seorang penulis,..” kata mereka. Karakter negative saya sedikit terkikis. Dari pemalu tak percaya diri menjadi lebih baik dari itu. ‘karena aku memiliki kemampuan’ bisikku. Padahal sepertinya saya mengawalinya kegiatan menulis ini dengan sangat terlambat, saat usia beranjak sangat-sangat dewasa.

Bertemu dengan bu Indari, adalah kesempatan langka. Berjabat tangan, mendekap, mencium pipinya dan berbincang akrab dengannya seperti sudah kenal dekat, bertahun-tahun yang lalu, padahal hanya bertegur sapa lewat komunitas ini . Kuangsurkan salak dan baju batik kepadanya, dengan malu dan berharap cemas. Mungkinkah ia tak suka dengan pemberian saya? Ooh,..ternyata keliru, siangnya saat bertemu kembali, beliau dengan lahap menikmati salak itu. Dan ternyata baju batikpun katanya masih sering dipakainya. Menghormati teman dengan cara menghargai pemberian, membuatku bahagia.

Dan memiliki teman baik di IIDN ini yang akhirnya menjadi sahabat adalah keberuntungan saya, apalagi sampai ia mengetuk rumah dan berjabat erat dengannya, seperti yang saya alami dengan mbak Andary witjaksono, seolah mimpi saja…

Apalagi saat dia bercerita, setelah beberap minggu bertemu dengan saya.”Mbakyu, suamiku sms katanya  ditempat kerja ia sedang mencetak satu buku, yang katanya sangat familier dengan nama pengarangnya . Judulnya ‘Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat’, katanya pula kapan ia suatu saat mecetak bukuku?”

Hi..hi..hi siapa nyana jika suami mbak Andary yang kerja di bagian percetakan Gramedia http://indscriptcrative.com/ dan saat bertemu di Solo ikut berbincang dengan kami, ternyata diserahi mencetak buku solo pertama saya.

Haru biru saya mendengarnya. Buku dengan tebal 422 halaman, dibuat selama 21 hari, dengan 30 lebih  buku referensi. Terengah, tersuruk, sesak, sakit, bingung mewarnai pembuatannya. Maklum debutan pertama, harus dibuat sedikit idealis, begitu pula dengan proses pembuatannya. Akhirnya bulan November 2012 buku dengan judul cukup ‘membuat kening berkerut’ itupun terbit juga. Legalah selimuti hati, bila bukan karena IIDN, kapan saya bisa berani menulis sebanyak itu?

Disini pula kutemukan mbakyu Raditya Surya yang selalu menyapa, beri semangatdan meneguhkan saya saat derai air mata penuhi pipi ini. Katanya; “Siapa yang berani begitu sama kamu mbakyu, akan saya labraknya…” begitu kira-kira pembelaannya kepadaku. Jarak usia lebih dari 15 tahunpun tak halangi kami menjadi sahabat yang baik. Selalu saja jadi ‘tongkat penyangga’ saat hati mulai lelah.

Begitu pula ada mbak Sri Rahayu, bu guru Arin Murtiyarini, mbak Liza permasih Arjanto selalu saja menceriakan hari-hariku. Ada Mbak Lygia Pecanduhujan yang selalu menginsipirasi, tak luput pula mbak Titik bin Maslih, Etty Abdoel, Rima Farrananda,Lintang Kemukus, Meta Nuci, Yosi Sutrisna semua baik hati kepadaku.

Belajar dari yunior (dari segi usia tentu saja) juga perlu saya lakukan, mbakyu Nunu el fasa, Nunung Nurlela, Imaz karim, Rachmawati, Diah Kusumastuti dan mbak Dewi Laily atas semangat 45 tak kenal menyerah menaklukan sesuatu. Tak lupa juga teman jauhku  Hikmah Fitri, Afifah azzahra, Sri Widyastuti, Hana Sugiharti, Utari Giri… wah  masih banyak lagi.
Apalagi saya suka menyeret teman, ada beberapa namun yang kuingat adalah mbak Chandra Dwi Setyo dan Ummi Nasyi’ah. Merka juga bersemangat belajar menulis untuk mengisi hari-harinya.

Sungguh, separuh lebih pertemanan saya adalah ibu-ibu yang tergabung di IIDN. Suatu ketika, komunitas ini kuinginkan bukan hanya sekedar wadah buat ibu-ibu menyalurkan hobinya menulis dan memfasilitasinya membuat buku, namun juga membuka peluang membuka usaha. Mungkin buka usaha penerbitan, atau punya majalah sendiri, yang tentu tak kesukaran mencari naskah, karena potensi ibu-ibu disini tumpah ruah. Atau buka butik, usaha catering, salon dan bisa jadi minimarket? (hiihih kalau yang terakhir ini mah cita-cita pribadi)

Tak ada yang tak mungkin. Karena semuanya adalah kehendak Tuhan. Seperti saya, yang dahulu mengira habiskan waktu, menunggu toko kecil mungil, mengasuh anak dan menunggu dengan manis suami dirumah. Hanya itu saja. Tapi, ‘kun fa yakun’ Nya lebih berperan dalam kehidupan ini. Beberapa buku Solo, beberapa buku kolaborasi dan Antologi dan seratus lebih artikel sudah saya tulis. Tak ada kata sia-sia dari sebuah usaha.., terimakasih IIDN, karenamu hidupku jadi penuh arti..



Jumat, 08 Februari 2013

SIMPHONY SEDIH" BAGI IBU BARU


Hampir semua ibu, selalu mempersiapkan kehamilan pertamanya dengan debar hati, apapun yang bersifat baru, selalu ditanggapi dengan perasaan yang berkecamuk; menata hati yang tak tentu, mengamati setiap perubahan dari raganya, persiapan dengan penuh kebingungan dan tanda tanya : sebentuk apakah makhluk mungil yang akan lahir kedunia. Apakah Saya akan melahirkan dengan sempurna, bayi sehat tanpa cela dan semua akan berjalan baik-baik saja?
Setumpuk buku, puluhan nasehat orangtua, kerabat, dan teman seolah memenuhi dinding telinga. Berharap setelah proses kelahiran anak pertama saya yang lahir normal, berat 2,90kg, semuanya akan terlihat mudah karena perasaan lega, syukur haru dan bahagia tiada tara akan membantu saya melewati pengasuhan bayi pasca melahirkan. Ternyata dugaan saya meleset sangat jauh. Satu hal yang sangat besar, penting, terlewatkan. Tak ada buku yang kubaca mengenai sydrome Baby's blue ternyata telah merongrong saya, bahkan merampas kebahagiaan saya memperoleh bayi baru nan lucu, berganti kesedihan, galau, kemarahan, kepenatan yang seolah tiada habisnya. Semua orang yang terlihat membantu sayapun seolah tak ada artinya, sedih ini tak ada yang menanggulanginya.
Ketika badan letih tiada tara pasca melahirkan, harus langsung memegang dan merawat bayi mungilku yang sepertinya bisanya hanya menangis, rewel tiada henti. Semalaman Saya harus memberi air susu tiada henti dalam posisi terduduk. Bila bayi diletakkan pastilah nangis keras, bayi-ku telah mempenjarakan kehidupanku !,  padahal seluruh pekerjaan sebagai seorang ibu harus kulakukan, mencuci, menyertika, membereskan rumah sampai memasak. Belum lagi seluruh badan tertasa sakit bak tertimpa pohon besar yang rubuh. Saat itu, saya terlihat sangat depresi, menjadi gampang tersulut emosi, pemarah dan sedih yang kerap mendera, bahkan kerap menangis bersama sang bayi bila Ia sudah tak bisa dikendalikan.
 
Hingga kerap ada kejadian lucu yang tak pernah kulupa, bila ada orang yang berisik, atau hanya sekedar makan kerupuk saja, didekat bayiku ini, dan suara "krezz"-nya membangunkan bayi yang kucoba tidurkan dalam tempo 2 jam dengan susah payah, langsung kubentak. Belum lagi, keluarga yang melihat tayangan lucu ditelevisi dan terbahak-bahak, saya langsut merengut dan menegur mereka :"bisa tidak kalau tertawa itu ditahan, atau dalam hati saja,.." kataku dengan nada serius. Mereka semua jadi terdiam dan berbisik, kudengar lambat-lambat pembicaraan mereka: "tertawa ditahan dan dalam hati melihat tayangan lucu, caranya gimana ya,." Saya dengar dari balik kamar, sambil tersenyum kecut sambil bertanya dalam hati, ada apakah gerangan dengan diri saya, koq bisa-bisa tadi pagi mengacungkan tinju pada pengendara yang lewat depan rumah karena  suara motornya meraung-raung bangunkan lelap sang bayi? Kenapa Saya yang peramah ini tak bisa tersenyum dan berganti dengan amarah?
 
Ternyata setelah sekian lama baru bertemu dengan solusinya, dan solusi itu sangat membantu saya dalam menyambut kelahiran anak-anak saya selanjutnya. Saya telah terkena syndrome Baby's blue yakni suatu kondisi pasca melahirkan yang biasa didapat pada kelahiran anak pertama yakni berupa kesedihan, emosi yang tak terkendali pasca melahirkan. Bahkan beberapa Ibu nyaris bunuh diri karenanya, Asthagfirullah sudah separah itu bila tak ada tangan-tangan yang membantu. Dorongan orang terdekat, Ibu, kerabat, suami sebenarnya sangat menduduki posisi pertama saat ada ibu yang baru melahirkan, itu kuncinya. Siap membantu, apalagi kebingungan awal memperoleh anugrah bayi mungil, harus ektra diperoleh. Bila perlu sang Ahli psikologi juga dilibatkan bila si Ibu telah terkenna syndrome ini secara akut. Kunci yang kedua, perbanyak membaca buku-buku kehamilan dan melahirkan secara lengkap, saling berbagi cerita antar ibu , tak lupa banyak berdoa, karena ketenangan batin akan sangat membantu ibu dalam mengasuh buah hatinya dan tak lupa persiapan secara mental sebaik-baiknya dalam memperoleh anugrah ini, agar Simphony sedih bagi sang ibu baru tak lagi ada dan tertukar dengan simphony bahagia tentunya.

Rabu, 06 Februari 2013

KUBERI SATU PERMINTAAN,..MONGGO..!!!"



Bila mendengar kalimat itu pada iklan rokok ditelevisi, aku ndak henti terbahak. Begitu kreatifnya orang punya ide iklan seperti itu; dengan simbol-simbol jawa didalamnya, memakai Jin, pengabul keinginan yg tertinggal diguci kecil, dan siap "wuuuz" keluar jika ada seseorang yang menabraknya.

 
 Mengejutkan jalan ceritanya, juga cerita akhirnya tak bisa ditebak, dan orangpun seakan ndak bosan melihatnya lagi  .Berbeda bila aku liet iklan, atau sinetron Indo yang gampang "dilanjutkan sendiri" jalan ceritanya,..hingga anakku tanya: "ibu kok tahu, kelanjutan ceritanya?" aku jawab: "ibu khan penulis skenario-nya,  jadi dah mudeng duluan.." kataku ngawur aja.
atau mendengar lagu yang diputar ditelevisi atau radio,..aku dengan sekenanya melanjutkan, padahal sebelumnya belum pernah mendengarkan, dan ajaibnya sering benar..hingga anakku kembali tanya:
"ibu, dah hafal dengan lagu itu ya.."
"iya dong,..ibu khan penulis lyriknya.." jawabku asal

Senangnya dengan iklan itu, karena juga akting Jin Jawa itu lho, yang celelekan, percaya diri, lucu tapi masih mengindahkan tindak tanduk sebagai orang jawa dan meski menjawab dengan bahasa jawa, saya yakin banyak orang tahu maksudnya,..seperti: .. "Hmm..bisa-bisa diatur ..wani pira?"
bener-bener kocak Jin itu.

Namun, jika Sampeyan (hanya berkhayal lho) yang ditanya oleh Jin pengabul keinginan ketika menabrak guci tua miliknya dan wuuuz datanglah ia dan berkata:
"Kuberi satu permintaan,..monggo"
apa nih kira-kira jawabannya ya,..mungkin pengin jadi penulis terkenal yang bukunya banyak terpampang dirak toko buku terbesar?, atau pengin rumah, mobil,..atau utang-utangnya semuanya lunas? he..he..
kalau yang ditanya saya, mungkin jawabnya satu: "setelah mati, pengin masuk surga.."
urik ya,..satu tapi,...seperti kata Jin pengabul itu ditanya seseorang yg berwajah jelek pengin "ganteng" dan dijawab Jin-nya.." huwa..huwa ngimpi... "

 
 memang seperti mimpi saja,..ndak tau apa bisa terwujud. Sholatku aja ndak "tegak" berdirinya, sajadahku,..bukan sajadah panjang dalam lagu  Bimbo, sedekahku super duper dikit hanya seujung debu, bila banyakan dikit, mungkin dah "Riya",..ada perbincangan ringan dengan anak, ketika saya mau memasukkan infaq dikaleng masjid setiap tarawih.
"kok, segitu bu,..ndak kebanyakan nih,..khan tiap hari,.eman-eman nanti uang ibu habis.." kata anak perempuanku ketika tahu berapa rupiah yang kumasukkan dikaleng, yang sebenarnya jumlahnya ndak seberapa, tapi untuknya banyak.
"Nduk, ini cuma sedikit,..apa kamu tega, sedekah yang teramat sangat sedikit, tahu ndak ini hanya cukup untuk "mengetuk" pintu surga.."
"..cuma untuk mengetuk saja?,..wah..katanya seakan takjub,..surga begitu susah dijangkau

Bayangkan Nabi Muhammad yang dikenal maksum ,..tak ada dosa padanya,..dan punya tiket "pass" masuk surga aja, kakinya sampai bengkak-bengkak sholat tahajud tiap malam, mohonkan maaf atas salah umatnya!! dan harta bendanya habis untuk perjuangan agama,..subhanallah,..
sungguh sangat jauuuuuh dengan umat yang hina dina dan suka berkeluh kesah,..pahala mungkin sangat ringan bila ditimbang dengan dosa-dosa yang menjulang tinggi keangkasa,..hingga cuma diberi kesempatan mencium wanginya surga, dan bisa "ndeprok " diemperan surgapun aku dah senang..(emang surga punya emper),..saking merasa surga sangat "ndak pantas untukku"..tapi apapun yang diberi Allah pada-ku atas keadaanku didunia,.aku terima,..ikhlas, asal boleh aku mencintaiNya dengan segenap rasaku,..tolong jangan menjauh dariku ya..Rabb..