Rabu, 21 Oktober 2015

NORMA-NORMA IMANI BAGI MUSLIMAH BEKERJA DILUAR RUMAH (BAG.2)


Sahabat Ummi, di era sekarang, wanita yang mempunyai pengetahuan dan kecerdasan intelektual yang hampir sama dengan lelaki, tak begitu saja hanya bisa berdiam diri dirumah. Jika ia mempunyai kemampuan yang luarbiasa yang bisa dibagi untuk kemaslahatan orang banyak dan dirinya maka sebaiknya memang bisa melakukan hal tersebut dengan bekerja di luar rumah.  Atau saat keadaan perekonomian keluarga yang kurang menguntungankan, tidak bisa dikesampingkan lagi jika wanita memang harus membanatu perekonomian keluarga.Tentu hal ini atas seizin suami dan memenuhi norma-norma imani yang berlaku dalam islam. Berikut sambungan bagian kedua norma-norma yang dimaksud adalah:

1.      Wanita yang berkarier diluar rumah sebaiknya perbanyak istighfar dan silaturahmi untuk luaskan rezeki. Dalam berbagai ayat, ada hubungan yang erat antara takwa, perbanyak istighfar dan luasnya rezeki. Sesungguhnya Islam itu bukan hanya sekedar ruh saja namun juga berupa materi yang sangat perhatikan jasad manusia.
Menurut Dr. Asyraf Muhammad Dawwaba, dengan takwa dan istighfar ruh akan naik sehingga Allah memudahkan rezeki dan memberikan kebahagiaan, untuk itulah muslimah yang bekerja diharapkan terus menjaga takwa dan istighfarnya.
Dari Abdullah bin Abbas dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
Barang siapa selalu beristighfar, maka Allah jadikan baginya kelapangan dari setiap kesusahan dan jalan keluar dari setiap kesempitan serta memberi rezeki dari cara yang tidak disangkanya.
2.      Jangan iri dengan perbedaan rezeki. Sifat yang manusiawi dengan wanita itu memang iri terhadap apaun yang berupa kesuksesan, perbedaan nasib yang begitu menyolok. Pun, yang berhubungan dengan rezeki orang lain. Padahal perbedaan rezeki itu merupakan sunatullah, karena memang manusia satu dengan lainnya mempunyai perbedaan talenta.
Hakikat kehidupan manusia yang tak sama dalam kesempatan kerja, posisi pekerjaan, profesionalisme juga ketekunan dan ketepatan memilih pekerjaan yang akhirnya akan menumbuhkan tingkat perbedaan penghasilan.
3.      Muslimah yang bekerja tidak boleh melulu melihat kesuksesan seseorang saja yang nantinya akan menimbulkan iri dengki, seharusnyalah melihat yang lebih rendah, seperti sabda Nabi Muhammad saw:
Lihatlah kepada orang yang lebih rendah darimu, dan janganlah kamu melihat kepada orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih baik agar kamu tidak melalaikan nikmat Allah SWT” (H.R. Ibnu Majah).
Kunci yang termudah dari itu semua adalah harus banyak bersyukur dengan apa yang telah diberi Allah, setelah banyak berusaha menggapai rezeki yang halal.
4.      Bersikap qana’ah dan ridha dengan ketentuan Allah.
Ridha adalah perasaan yang ikhlas dengan ketentuan dan takdir yang ditentukan oleh Allah. Keridhaan dan keikhlasan ini sebenarnya akan menumbuhkan kebahagiaan manusia, dan sebaliknya menurut Dr. Asyraf Muhammad Dawwaba sikap yang tidak bisa menerima ketentuan Allah adalah penyebab kesengsaraan. Mengenai hal ini bisa dilihat dari hadits dari Sa’ad bin Abi Waqhash berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Diantara kebahagiaan seorang anak Adam adalah keridaannya terhadap ketentuan Allah, diantara kesengsaraan anak Adam adalah kebenciannya terhadap ketentuan Allah” (H.R At-Tirmidzi).
5.      Seorang wanita hatinya yang penuh dengan rasa rela, ikhlas dan ridha  akan mendatangkan kedamaian, ketenangan, ketentraman dan kesejukan hati jauh dari rasa benci, galau, kemarahan yang tak terkendali, bingung dan rasa yang tak nyaman.
6.      Rasa zuhud dan qanaah yang harus dipunyai oleh muslimah ini bukan berarti menggunakan masalah ini sebagai alasan untuk tidak mau berusaha dengan keras, pasrah dan bermalas-malasan saja. Sesuatu yang ingin diharapkan besar, seyogyanya harus dengan upaya yang lebih keras baik dari segi material dan berdoa serta tawakal pada Allah semata.
Disamping itu ada norma-norma akhlaki yang harus dipatuhi oleh wanita yang memutuskan untuk bekerja di luar rumah. Norma-norma akhlaki ini diperlukan oleh wanita karier agar kelak dirinya dapat mencapai derajat yang lebih tinggi, menjadi seorang yang penuh kelembutan, sopan santun, ramah, menjadi panutan dan penuh kehormatan. Abu Hurairah menyitir sabda Nabi Muhammad saw:
Sesungguhnya orang yang lebih aku sukai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya dan lemah-lembut yang bisa memberikan ketenangan dan dapat menyatukan yang lain” (H.R Ibnu Hibban).

Referensi:
Candra Nila MD dan Lisdy Rahayu, Istri Bahagia, Tuntunan dalam Islam, menurut Al Qur’an dan Hadist,Qibla, 2015.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar