Ada salah satu pertanyaan yang
menggelitik dari seorang teman mengenai onani. Walau terkesan sangat privacy,
namun sebenarnya hukum fikih onani itu sudah ketahui oleh banyak sahabat Ummi
belum? Dan apakah benar ada onani yang diperbolehkan dalam Islam?
Memang tak semua yang ada disekitar
kita, yang menjadi ‘milik’ kita adalah bebas digunakan, karena merasa sudah
menjadi haknya. Ternyata tak semuanya demikian. Messki kita punya uang banyak,
tak lantas kita boleh menggunakan uang itu tanpa aturan, misalnya untuk
berzina, menyogok atau bahkan untuk menghilangkan nyawa seseorang. Islam
memiliki aturan-aturan yang harus dipahami dan ditaati atas beberapa
kepemilikan seseorang atas sesuatu.
Semua hal didunia ini tanpa kecuali
mempunyai pertangungjawaban di akherat
kelak.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
Kedua kaki seorang
hamba pada hari kiamat tidak akan bergerak, hingga dia ditanya tentang umurnya,
untuk apa dia habiskan. Tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan. Tentang
hartanya, dari mana dia peroleh dan kemana dia belanjakan. Dan tentang
badannya, untuk apa dia gunakan. (HR. Turmudzi 2417, ad-Darimi 554, dan
dishahihkan al-Albani).
Dari sini bisa disimpulkan, tak
harta, tak badan, tak ilmu, semuanya dimintai pertanggungjawaban tanpa kecuali.
Seperti hal juga saat kita memiliki anak, suami, atau istri bukan berarti kita
bebas memperlakukan mereka sekehendak hati, begitu pula dalam urusan berjima
atau urusan ranjang. Ada aturan-aturan dalam fikih Islam yang tak begitu saja
boleh dilanggar. Tak sembarang perlakukan, tak sembarang gaya boleh dilakukan.
Jika seorang suami ingin melakukan
onani sendiri atau dengan bantuan oranglain selain istri atau (zaman dahulu
adalah budaknya), maka hal itu tidak diperkenankan, walaupun sang suami sudah
minta izin terlebih dahulu kepada istrinya. Karena hal tersebut karena bukan
istri untuk meluluskan perkara itu, namun sudah ada aturan dalam hal ini dalam
Islam:
Dalil pokok yang melarang onani adalah firman Allah,
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka Sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka
Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mukminun: 5 – 7).
Islam sudah
mengatur bagaimana seorang lelaki seharusnya menyalurkan syahwatnya. Karena
selain dari itu, berarti termasuk orang-orang yang melampoi batas. Namun ada
beberapa permasalahan yang cukup penting, saat istri haid dan suami ingin
melepaskan syahwatnya bagaimana harus berperilaku?
Ternyata
jawabannya suami boleh melakukan onani yang halal bukan dengan oranglain selain
istrinya atau melakukannya sendiri namun dengan tubuh istrinya selain melalui
dubur dan mulut. Potongan ayat Al
Mukminun diatas yang menjadi dasar hal ini adalah:
”Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki”
Selain itu saat haid boleh suami
istri berinteraksi dalam bentuk cumbu atau bermesraan selain daerah bawah pusar
sampai lutut. Hal ini ada kesepakatan ulama dengan dalil:
“Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu
denganku”. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Imam Ahmad, dan beberapa ulama hanafiyah,
malikiyah dan syafiiyah berpendapat bahwa itu dibolehkan. Dan pendapat inilah
yang dikuatkan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3/205).
Lalu, bagaimana jika suami ingin
melakukan onani saat istri haid dengan menggunakan tangan istri? Hal ini bisa
dijawab dengan. Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
ketika para sahabat menanyakan tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lakukanlah segala
sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).
Menurut
beberapa ulama, kata ‘nikah’ itu berarti hubungan intim ini dalau Aunul ma’bud,
1/302.
Untuk
itu sahabat Ummi, pengetahuan mengenai onani ini bukan hal sepele bagi yang
belum paham. Pada saat darurat, dimana istri sedang haid, maka mendekati istri
untuk mencumbunya diperbolehkan, bahkan ada ulama yang menafsirkan ‘bisa
menggunakan tangan istri’ untuk membantu mencapai klimaks-nya. Namun jika para
suami berkenan untuk ‘menunda’ keinginannya itu lebih baik. Penafsiran yang
berbeda, tidak perlu ditanggapi dengan gegap gempita. Setiap orang mempunyai
pegangan dengan dalil masing-masing yang shahih, dan mari pergunakan
dalil-dalil dan pendapat para ulama dengan sebijaksananya.
Referensi: berbagai sumber
Terima kasih banyak ya, Mbak, atas penjelasan ihwal onani yang diperbolehkan bagi seorang suami ini. Salam hangat dari Jogja :)
BalasHapus