Rabu, 21 Oktober 2015

BOLEHKAH MINTA CERAI SAAT SUAMI TAK MENAFKAHI ISTRI?


Sahabat Ummi, ada curhatan seorang teman mengenai masalah rumahtangga adiknya yang seolah diujung tanduk . Sang suami bukan tipikal seorang lelaki yang tahan banting menghadapi kehidupan terutama untuk kewajibannya memberi nafkah kepada anak istrinya, padahal  hal tersebut merupakan hal yang paling urgent dalam kehidupan sehari-hari.
Memang seperti ini menjadi dilema para istri, apalagi dlam pernikahan mereka sudah ada buah hati dan ini merupakan hal yang terberat untuk memutuskan akan diteruskan tidak ikatan pernikahan mereka. Dan sedihnya, hal ini bukan hanya kisah tunggal, maksudnya banyak sami-suami berbuat serupa.
 Pertanggungjawaban untuk memberi nafkah yang selayaknya tak terlalu digubris, para suami yang ‘tak menyenangkan’ ini malah asyek dengan hobinya yang tak ketahuan juntrungnya, bersikap loyo tak bersemangat mengejar rezeki Allah yang baik, bahkan lelaki pemalas ini malah banyak ongkang-ongkang dengan teman-temannya. Hal ini juga diperparah dengan menggantungkan istri, saat istrinya punya pekerjaan. Dunia yang terbalik.
Selayaknya rumahtangga dibangun atas dasar pemenuhan hak-hak dan kewajiban suami-istri agar menjadi rumahtangga yang sakinah mawaddah warohmah dan inilah yang menjadikan idaman setiap keluarga. Dan ingat memberi nafkah lahir batin itu bukan hanya sekedarnya tapi sudah menjadi kewajiban suami, sementara istri punya kewajiban untuk taat kepada suami.

Allah Ta’ala berfirman“...dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.” (QS Al Baqarah: 233). Rasulullah saw juga bersabda“Kewajiban kalian (suami) atas mereka (istri) memberikan makanan dan pakaian dengan baik.
            Nah apabila suami ‘ingkar’ untuk memberikan kewajibannya dengan baik pada keluarganya, maka apa yang mesti dilakukan? Bolehkan istri menuntut bercerai pada suaminya kepengadilan Agama. Jawabannya boleh. Gugatan ke Pengadilan Agama disebut tafriq qadha’i (perceraian melalui pengadilan agama). Hal ini sebagaimana tertuang dalam shighat ta’liq yang dibacakan atau diikrarkan oleh suami saat akad nikah berlangsung.
            Dalam ucapan ikrar itu terdapat poin-poin yang harus dipahami oleh suami istri saat menjalani kehidupan berumahtangga yakni apabila seorang suami:
  1. Meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut.
  2. Atau tidak memberi nafkah wajib kepadanya selama tiga bulan lamanya.
  3. Atau menyakiti badan/jasmani istri.
  4. Atau membiarkan (tidak memedulikan) istri selama enam bulan.
Jika suami melakukan salah satu dari keempat poin tersebut dan istri tidak ridha, maka istri dapat mengadukannya kepada Pengadilan Agama atau petugas yang diberikan hak mengurus pengaduan itu. Pengaduannya bisa dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut dan istri membayar uang pengganti atau ‘iwadh kepada suami. Jika proses ini berjalan dengan baik maka jatuh talak satu kepadanya. Begitulah bunyi shighat ta’liq. Dan ini bukan hanya saja tertera di buku nikah, namun bisa menjadi acuan bagi istri untuk bisa mencari keadilannya jika suami  tidak memberikan nafkah yang seharusnya ia terima selama 3 bulan berturut-turut atau bahkan bertahun-tahun.
Maka untuk para suami, jangan lalaikan kewajiban pokok untuk menafkahi anak istri dan memberikannya secara patut, jangan pelit pada mereka jika sebenarnya bisa memberikan uang lebih dari yang diberi saat keadaan sangat membutuhkan. Kehidupan rumahtangga yang beragam ini jangan dijadikan duri dalam daging yang membuat istri selalu tertekan untuk membicarakan atau melakukan suatu upaya hukum ke pengadilan Agama, saat suami sudah tidak memperdulikan lagi keadaan istri dan keluarga.


Referensi: berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar