Sahabat
ummi, dalam kehidupan banyak diantara manusia menginginkan binatang disekitar
mereka yang dimungkinkan untuk dipelihara, diambil manfaatnya untuk
kesenangan dan pelipur hati nan gundah.
Selain burung yang memiliki suara, bentuk dan warna-warni yang indah, biasanya
hewan peliharaan itu bisa berupa kucing, anjing, iguana, kelinci, ayam dan
masih banyak lainnya.
Beberapa
orang menganggap memelihara hewan dilingkungan rumah berarti membatasi
kebebasan binatang tersebut, yang biasanya ada dialam bebas, seperti burung,
namun untuk binatang lainnya yang jinak, biasanya memang ada terlihat
diseputaran manusia dan itu terjadi sejak zaman dahulu kala, semenjak manusia
bisa menjinakkan dari alam liar, seperti kucing, anjing, kelinci, ayam dan lain
sebagainya. Lalu, bagaimana sebenarnya Islam menanggapi hal ini, bolehkah
manusia itu memiliki hewan peliharaan, juga dalam hal jual belinya ?
Memang
hewan piaraan (pet animal) tujuan pemeliharaannya berbeda dengan hewan ternak
(livestock) atau hewan percobaan laboratorium, hewan pekerja atau hewan untuk
olahraga, yang biasanya dipelihara untuk alasan ekonomi. Hukum memelihara hewan
seperti itu secara syar’I adalah boleh atau mubah. Namun ada syarat tertentu
yang harus dipenuhi jika ingin memelihara hewan, yakni:
1.
Hewan yang
dipelihara bukan hewan yang najis secara dzatnya (najis ‘ain/hissi), seperti
anjing dan babi. Pemeliharaan hewan tersebut tidak diperbolehkan karena
memanfaatkan barang najis itu memang dilarang secara syariah. Kaidah fiqih
menetapkan : laa yajuuzu al intifaa’ bi an najis mutlaqan (Tidak boleh memanfaatkan najis secara
mutlak). (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Al Shalah, 1/115).
Kecuali jika memelihara anjing untuk menjaga ternak atau
membantu dalam berburu, hal ini diperbolehkan Nabi SAW bersabda, ”Barangsiapa
memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga ternak atau berburu, akan
berkurang pahala amalnya tiap hari sebanyak satu qirath.” (HR Muslim
no 1574).(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 35/124).
2.
Hewan yang
dipelihara tidak boleh ditelantarkan, harus cukup diberi makan dan minum dan
tidak diperkenankan diperlakukan dengan keji dan semena-mena. Jika si
pemelihara tidak melakukan hal tersebut diatas maka hukumnya haram. Dalilnya
sabda Nabi SAW, ”Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang
diikatnya. Perempuan itu tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya
lepas agar dapat memakan binatang-binatang bumi.” (HR Bukhari no 3140; Muslim
no 2242).
3.
Hewan yanga
dipelihara itu tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia, seperti singa,
beruang, ular atau buaya, karena hal ini tidak aman bagi manusia ataupun bagi
tetangga atau orang lain jika
dilepaskan. Namun jika dikandangkan dan benar-benar aman bagi manusia dan
sanggup memberi makan secara baik maka hukumnya mubah atau boleh.
Dalilnya sabda
Rasulullah SAW, ”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri atau bahaya
bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa la dhiraara fi
al islam)” (HR Ibnu Majah no 2340; Ahmad 1/133 & 5/326).
4.
Hewan yang
dipelihara bukan menjadi sarana untuk sesuatru perbuatan yang haram. Misalnya
pelihara hewan kuda untuk pacuan kuda yang akhirnya untuk berjudi, begitu juga
ayam jago hanya untuk petarung dan akhirnya untuk sarana pejudian. Hal ini
terlihat dari kaedah fikih yang berbunyi: al wasiilah ila al haram
muharramah (segala
sarana menuju yang haram, hukumnya haram). (Taqiyuddin An Nabhani,Muqaddimah Ad Dustur, 1/85).
5.
Dibolehkan
memelihara hewan yang tak halal dimakan (seperti kucing) atau anjing (untuk
menjaga rumah, berburu). Dalilnya sebagai berikut: hukumnya (HR Ibnu Majah dari
Jabir RA, no 3250), tapi memelihara kucing itu tetap dibolehkan. Nabi SAW
bersabda, ”Sesungguhnya kucing itu tidak najis, ia hanyalah hewan-hewan jantan
dan betina yang banyak berkeliling di antara kalian (thawwaafiina ‘alaikum wa at thawwaafaat).” (HR Abu
Dawud & Tirmidzi).(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
42/267-269; Imam Suyuthi, Al Jami’ Al Shaghir, 2/191, Imam Nawawi, Al Majmu’, 9/3).
Lalu sahabat
ummi, jika itu kebolehan dalam hal memelihara, bagaimana dengan jual beli hewan
peliharaan? Pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh jual beli hewan asalkan
halal dan bisa dimakan seperti kelinci, ayam, burung, tupai, kuda, marmot dan
lain sebagainya dan terlarang jual beli hewan buas dan haram dimakan seperti anjing (untuk dimakan, bukan untuk
berburu dan menjaga rumah atau ternak), babi, burung elang, ular (bukan untuk
keperluan pengobatan), singa dan lain sebagainya, hal ini sesuai dengan kaidah
fikih yang berbunyi:
Dalilnya kaidah fiqih yang
berbunyi : Kullu maa hurrima ‘ala al ‘ibaad fa-bai’uhu haram (setiap-tiap apa saja yang diharamkan
atas para hamba-Nya, maka menjual belikannya haram).(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah,
2/287.
Namun ada satu hewan lagi yang
masih diperdebatan dalam ajual belinya, seperti hewan kucing nan lucu dan
menggemaskan, karena ada hadis yang berbunyi:
Aku bertanya kepada Jabi bin Abdullah tentang
jual beli sinnaur (kucing liar) dan anjing. Lalu beliau menjawab: Nabi SAW
melarang itu. (HR. Muslim).
Bagaimana mungkin binatang yang sangat dicintai
Nabi dan para sahabat itu boleh memeliharanya namun tak bisa atau dilarang
diperjual belikan? Bahkan Abu Hurairah terkenal sebagai penyayang kucing kelas
wahid, hingga ia disebut, “bapaknya para kucing” karena disekelilingnya selalu
ada kucing yang menemaninya? Dalam derajat hadis yang shahih bagaimana kita
menyikapi hadis tersebut, karena mengapa jika haram jual beli, tapi
diperbolehkan dipelihara?
Ulama empat,
yakni bermazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali sepakat atas kebolehan jual
beli kucing karena hewan kucing adalah suci tidak najis hingga tak ada larangan
memperjual belikan. Pernyataan ini tertulis dalam kitab-kitab mereka, seperti
Bada’i al-Shana’i 5/142 (Al-Hanafiyah) karangan Imam al-Kasani (587 H),
Hasyiyah al-Dusuqi 3/11 (Al-Malikiyah) karangan Imam al-Dusuqi (1230 H),
Al-Majmu’ 9/230 (al-Syafi’iyyah) karangan Imam an-Nawawi (676 H), Al-Mughni
4/193 (Al-Hanabilah) karangan Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisy (620 H).
Imam Nawawi memaparkan jawaban yang lebih
rasional menjawab mengenai kebolehan jual beli kucing, Beliau mengatakan
larangan jual beli kucing itu bukan larangan secara mutlak. Ia memberikan
argument dalam kitabnya al-Majmu’9/230, jika yang dimaksud Sinnaur adalah kucing liar atau kucing hutan (Al-Wahsyi) yang mana
hal itu terlarang jual belinya karena tidak ada manfaat. Begitu juga mahzab
Syafi’iyah melarang jual beli kucing liar, jika kucing peliharaan maka boleh.
Asumsi lain mengatakan jika Rasulullah melarang
maka beliau mengatakan istilah kucing itu dengan al-hirrah (kucing jinak yang ada disekitar kita), bukan adengan
istilah sinnaur, dimana terlarang
untuk dimakan karena termasuk dalam kategori hewan bertaring yang menyerang
manusia. Dengan demikian kucing peliharaan yang menyenangkan hati pemiliknya,
adalah boleh diperjual belikan.
Referensi:
Tulisan saya sudah di share di Ummi online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar