Sahabat
ummi, zaman yang semakin canggih ini akan melahirkan berbagai teknologi
diberbagai bidang. Tak kecuali saat pasangan ingin mendapatkan keturunan dan
sulit secara konvensional, maka teknologi menyodorkan berbagai alternative
untuk mendapatkan sang buah hati salah satunya dengan cara bayi tabung atau
pembuahan benih secara cloning.
Pro dan kontrapun mewarnai hal ini,
karena ini termasuk hal baru yang tidak dibahas dalam Islam dimasa lampau, dan
kita tidak akan mennemukan satu ayatpun yang menyebutkan teknologi seperti ini
dengan jelas. Maka diperlukan suatu ijtihad umat Islam agar disikapi secara
bijaksana bukan malah anti dengan kemajuan. Jika hal ini merupakan suatu
manfaat dan jauh dari mudharat, dan memberikan kebahagiaan tak terhingga pada
pasangan suami istri yang sulit menemukan keturunan.
Teknologi
cloning merupakan rekayasa genetika
untuk reproduksi makhluk hidup
secara asekseual (tanpa diawali proses pembuahan sel telur oleh sperma,
tetapi diambil dari inti sebuah sel).
Saat akan mengkloning manusia (human cloning), dibutuhkan sel yang akan
dikloning, sel telur (ovum) dan rahim.
Proses
cloning hampir sama dengan proses bayi tabung, dilakukan pembuahan sperma dan
ovum diluar rahim. Setelah adanya pembelahan (maksimal terjadi 64 pembelahan),
ditanam didalam rahim, sel intinya diambil dan diganti dengan sel inti manusia
yang akan dikloning. Lalu, proses selanjutnya seperti dengan kehamilan biasa.
Dilihat
dari proses cloning manusia yang tak mengindahkan proses penciptaan Allah atas
manusia. Maka hukumnya adalah haram. Berikut pendapat para ahli mengenai hal
tersebut:
- Pendapat Muhammad Thanthawi dan Muhammad Jamil Hammud al ‘Amily
menentang cloning manusia
dengan alasan upaya mereproduksi
manusia tersebut merupakan pelecehan terhadap kehormatan manusia, dan ini
bisa membuat kegoncangan sistem kekeluargaan serta penghinaan dan pembatasan peran
perempuan.
- Muhammad
Ali al-Juzu (mufti Lebanon beraliran Sunni), menyatakan bahwa cloning manusia
akan mengancam hilangnya sendi kehidupan keluarga, karena manusia yang
lahir bisa jadi tidak mengenal ayah dan ibu atau silsilahnya, karena bisa
terjadi pencampuran gen beberapa wanita, atau laki-laki yang kemudian
ditanamkan pada rahim ibu yang berbeda pula. Pemutusan hubungan
silaturahmi sangat bisa terjadi karena memang tidak jelas heirarki
silsilah keluarganya.
- Farid
Washil (mantan Mufti Mesir) sangat menolak cloning manusia karena
bertentangan dengan empat dari lima Maqashid asy-Syar’iah, yakni pemeliharaan
jiwa, akal, keturunan dan agama. Dalam hal ini cloning menyalahi
pemeliharaan keturunan.
Dari semua pendapat tersebut bisa
diambil kesimpulan jika cloning hukumnya haram karena berpotensi menghasilkan
mudharat (dampak buruk) dari pada maslahah (manfaat) terutama pada hilangnya
faktor keturunan. Perlu diingat pengambilan keputusan hukum dalam Islam
mengambil qaidah “dar’ul mafasid muqaddamun ala
jalbil mashalih”
yang artinya Menampik keburukan lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat.
Diriwayatkan
oleh Imam Ibn Majah dari Ibn Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW telah
bersabda :
“
Barang siapa menghubungkan nasab (keturunan) kepada orang yang bukan ayahnya,
atau (seorang budak) bertuan kepada selain tuannya, maka dia akan mendapatkan
laknat dari Allah, para Malaikat dan seluruh manusia”
Menurut
Majahuddin upaya melakukan inseminasi buatan dan bayi tabung, hukumnya boleh
dalam Islam jika sperma dan ovum, itu bersumber dari suami-istri yang syah
(inseminasi Homolog).
Namun
jika inseminasi buatan dan bayi tabung
yang berasal dari perpaduan sperma dan ovum dari orang lain (inseminasi
Heterolog) itu adalah haram .Hal ini dikarenakan selain menimbulkan
kemudharatan bagi pasangan suami istri tersebut, juga kemudharatan bagi anak.
Sehingga bisa menimbulkan presepsi lain jika menggunakan proses Heterolog,
karena bisa dikatakan hasilnya sebagai anak hasil zina
(diqiyaskan/dipersamakan).
Upaya
bayi tabung secara Homolog memang dipersiapkan oleh kemajuan teknologi medis
untuk menolong bagi suami istri yang kesulitan mendapatkan/memperoleh keturunan
secara normal, dengan menghindarkan kemudharatan yang ditmbulkan dan
memunculkan maslahat yang sebanyak-banyaknya. Semoga manfaat.
Referensi:
- Khalid
al Husainan, Fikih Wanita, Darul Haq, Jakarta, tahun 2011
- Candra
Nila Murti Dewojati, 202 Tanya Jawab Fikih Wanita, Al Maghfirah, 2013
Tulisan saya sudah dishare di Ummi online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar