Saya iri, saat melihat atau mendengar seseorang
wafat dalam sebentuk kematian yang saya sukai: mendekap Al Qu’an, sedang
melakukan shalat, julurkan tangan bersedekah, memberi tausiyah atau
sedang mengimani jamaah, atau sebentuk fisikal jika ia orang yang bakal
diterima jasad dan ruhnya Sungguh iri,..sepertinya kematian seperti itu
langsung saja naik ke langit ketujuh, diiringi senyum dalam wajahnya, khusnul
khatimah.
Namun tiba-tiba saya tersentak, suatu saat mendengar
berita; seseorang meninggal dalam musibah letusan sang gunung, dalam posisi
tersujud! Sebenarnya posisi itu adalah sebentuk fisik, selayaknya orang khusnul
khatimah (seperti pikiran saya sebelumnya); padahal beberapa saat sebelum
kematiannya ia tetap menjalankan keagamaannya namun berpadu dengan
kesyirikannya sungguh perpaduan yang tak manis, jauhkan dari jannah-Nya.
Saya langung men-set ulang pemikiran terhadap
posisi, sebentuk kematian yang khusnul khatimah itu; apa sudah benar
pemikiranku selama ini? Ternyata tanda-tanda kematian sempurnapun tak sedangkal
pemikiran saya, masih seabrek. Mati dalam musibah terbakar, tenggelam, tanah
longsor, menegakkan Asma Allah, pertahankan diri dari perampok, dalam keadaan
kena sakit mewabah, mati menyebut AsmaNya juga dalam keadaan dahi masih
berkeringat, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Banyak sedikit pelayat; sungguh tak jadi ukuran.
Karena ada seorang sahabat Rasul yang mati dalam kesunyian, di belantara gurun
sahara, tanpa ditemani sanak saudara, bukan dikasur yang empuk dan mungkin
dalam keadaan tak tersenyum. Bahkan ia harus ditemukan jasadnya oleh sahabat
yang lain, tanpa banyak cakap, apalagi upacara.
Bagaimana dengan kematian badan bersih rapih? Oww
bukan jadi jaminan ia dipanggil dalam khusnul khatimah. Beberapa sahabat Rasul,
malah mati dalam keadaan tak lengkap pakaiannya karena tercabik-cabik pedang
musuh, bahkan dalam keadaan usus terburai! Dan wajah yang susah dikenali,..
Kematian yang indah, kematian yang sempurna adalah
rahasiaNya, bila kita dapati seorang meninggal dalam keadaan terbunuh,
terbakar, tersia-sia, belum tentu ia mati dalam keadaan yang tak diterima,
karena tak adil bila kita harus diskripsikan “sebentuk indah” dalam
kematian itu. Saya teringat dua tahun yang lalu saat saya melayat seorang teman
yang suaminya meninggal dalam keadaan kaku, terpeleset air menggenang dekat
kulkas, dengan posisi tangan yang menjulur diatas kepalanya, dan harus butuhkan
setengah hari sampai ditemukan keluarganya. Istrinya terisak saat temui
keadaannya yang demikian; tak meninggal pada dipembaringan yang nyaman,
ditemani keluarga dan dalam keadaan tersenyum. Dalam mulutnya terlontar
penyesalan yang luar biasa: takut posisi yang demikian suaminya tak khusnul
khatimah dalam menghadapNya.
Bagaimana buat orang yang “berjihad” menurut
diskripsinya sendiri? Hati-hati sungguh dengannya. Saya malah kasihan kepada
orang yang ter dogma oleh pemahaman salah terhadap jihad yang agung milikNya.,
kasihan saat dangkal cara berpikirnya tak menghasilkan apa-apa, sedang para
Malaikat siap dengan pertanyaan yang sudutkannya: kenapa kau sia-sia kehidupan?
Menginginkan surgaNya padahal dapatkan kerak neraka?
Kemudian apa yang bisa kita capai mencapai khusnul
khatimah? Menanti saat tua tiba, setelah sakit sekian lama? Kenapa harus
menunggu sampai uzur menanti untuk persiapan kematian yang sempurna itu.
Perbaiki dari sekarang apa yang masih kurang, tambahi amal perbuatan bila itu
masih minim, benahi mulai hari pola pikir kita, ibadah kita yang masih amburadul.
Stop melukai dan menyakiti orang lain demi materi dan Isi segenap
kehidupan kita dengan hal-hal berguna dan manfaat.
Sediakan jawaban cerdas, saat malaikat izrail datang
menghampiri: agar tak tergagap dan mencari-cari alasan serta ngeles untuk
bilang tak siap menerima hadirnya, apalagi menyesal kenapa tak rencanakan
dengan matang masalah khusnul khatimah saat tubuh masih tegap dan otak
masih bisa berpikir dengan jernih. Memang masalah kematian yang sempurna,
kematian yang indah itu wilayah hak prerogratifNya, namun perkara memohon: juga
hak kita. Untuk itu pergunakan hak dengan sebaik-baiknya sembari berusaha dan
berharap kita dalam barisan orang-orang yang dicintaiNya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar