Berapa
nilai intelegensia sahabat Ummi? Jika tinggi, selamat karena dikategorikan
seorang yang cerdas. Namun apakah bisa menyamai kecerdasan Imam Syafi’i? Beliau
berpikir dengan bijaksana, bukan hanya kemungkinan satu tingkat saja, namun
sudah bercabang dan jauh kedepan. Tak setiap orang bisa menyamai kecerdasan
beliau. Mengapa demikian? Inilah alasannya..
Imam
Syafi’i dikenal sebagai ulama yang cerdas. Tak seperti lainnya ia menggunakan
segenap pemikirannya untuk menjawab suatu masalah. Walau terkadang masalah
tersebut hanya sekedar untuk menguji kecerdasan beliau. Khalifah Harun
al-Rasyid sangat mengagumi dan menyayangi beliau. Sehingga ketika ada
sekelompok orang yang iri hati untuk mempermalukan Imam Syafi’i dihadapan sang
Khalifah karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.
“Ada
dua orang Muslim berakal yang minum khmar. Salah satunya diganjar hukuman hadd
(cambuk 80 kali), tetapi yang satunya tidak diapa-apakan mengapa bisa demikian?
Tanya salah satu dari mereka.
Imam
Syafi’i menjawab dengan tangkas,”Salah satu diantara mereka berdua itu sudah
baligh sehingga harus dihukum hadd, sedang satunya belum baligh, sehingga ia
tidak diapa-apakan.
Merasa
kalah start mereka tak habis akal, salah satu dari mereka kemudian bertanya
lagi, “Ada lima orang yang menzinahi seorang wanita. Orang pertama divonis
dibunuh. Orang kedua dirajam. Orang ketiga dihukum hadd. Orang keempat dikenai
setengah hukuman hadd. Sedang yang kelima dibebaskan. Bagaimana mungkin kelima
orang yang melakukan perbuatan bersama-sama dikenai hukum yang berbeda?”
“Orang
pertama menghalalkan zina sehingga ia harus divonis murtad dan wajib dibunuh.
Orang kedua muhshan (sudah menikah) sehingga ia harus dirajam. Orang ketiga
ghairu muhshan (belum menikah), sehingga ia harus dihukum had. Orang keempat
kebetulan ia budak, sehingga ia dihukum setengah had. Sedangkan orang kelima,
atau terakhir adalah gila, sehingga ia tidak mendapatkan hukuman apapaun” kata
Imam Syafi’i tanpa berpikir lama.
Mereka
pun saling pandang, namun ada satu soal lagi, sebelum mereka mengakui
kepandaian sang Imam. “Baiklah satu pertanyaan lagi, Seorang laki-laki
mengambil minum dari wadah. Anehnya ia meminum separuhnya saja yang halal,
sedang separuhnya dianggap haram, bagaimana ini bisa terjadi?”
Sang
Imam yang cerdas lagi bijak itu, lalu menjawab dengan tenang. “Ketika laki-laki
itu sedang meminum separuh wadah, ia tak mengalami apa-apa. Namun saat mau
menghabiskan separuh wadah itu, tiba-tiba ia mimisan. Sehingga darah yang
menetes diwadah itu membuat air menjadi haram diminum baginya”
Akhirnya
mau tak mau orang-orang yang iri dengan Imam Syafi’i mengakui keluasan ilmunya,
juga cerdas dalam menjawab setiap masalah. Sang Khalifahpun tersenyum, sraya
berkata “Semoga Allah memperbanyak pada keluarga besarku orang sepertimu”
Kisah
sederhana ini membuktikan bahwa orang-orang yang cerdas disekeliling kita lagi
bijak memang sangat diperlukan. Dan bila yang memecahkan masalah adalah orang
yang kredibilitasnya baik dibidang yang diempunya, pasti hasilnya akan
memuaskan. Namun sebaliknya bila orang-orang yang sebenarnya tak banyak ilmu,
ditugaskan menyelesaikan masalah besar yang bukan dibidangnya, maka hasilnya
tidak akan sempura.
Referensi:
Candra
Nila Murti Dewojati, Masuk Surga Walau Belum pernah Shalat, Penerbit Khalil,
2012
Tulisan ini sudah saya share di Ummi Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar