Sejengkal lagi Ramadhan akan hadir, Subhanallah beribu rasa
seolah berkelebat dalam diri. Bukan hanya sekedar persiapan lahir dan
bathin yang harus ditata rapi. Namun, kisah Ramadhanku yang lalu selalu
mengiringi berpuluh-puluh Ramadhanku kedepan, mungkin sampai akhir
hayat. Bahkan selalu saja kuhadirkan, bukan semata mengurai kesedihan
atau kemazhulan hati saat itu, namun selalu kuiringi dengan lafazku:
Gusti-ku berilah kelonggaran selonggar-longgarnya jiwa ini untuk lebih
banyak berbagi, karna kusadar hanya dengan berbagi bisa melonggarkan
sesuatu yang sempit,..sempit mata hati, sempit pikiran dan segala sempit
lainnya yang sungguh menyesak dada..
"Beli seperempat
kilo beras mau ndak.." terdengar ibuku memintaku. Hah? seperempat kilo,
kalo dimasak jadi berapa banyak, cukupkah untuk berbuka puasa 4 orang
dewasa? belum lagi rasa malu pada penjual warung depan rumah, selain
terdengar aneh (nganeh-nganehi malah), apa ndak kasihan beras mereka
jadi ndak genap hitungan kilo..dengan halus kutolak. "..lha lalu gimana
nih untuk berbuka nanti.." lanjut ibu dengan sedikit raut muka khawatir.
Seperti biasa kami langsung memutuskan untuk menyingkirkan rasa malu,
untuk pergi kerumah kakak perempuanku. meminta "welas asihnya" untuk
berbuka kami berempat {aku, ibu, kakak laki dan adik lakiku) meski kutau
saat itu kakak perempuanku juga tak berlebih dana, namun demi buka
puasa ini kumantapkan hati menelponnya. Terdengar suara nyaringnya; "
ya..boleh kemarilah ", Alhamdulillah aku diberinya lauk dan sayur dan
sedikit uang untuk sahur..(nuwun atas baikmu mbakyuku. semoga Allah
membalas kebaikanmu.), dan itu sering kulakukan saat Ramadhan tersulit
yang harus dilalui..
Bagi orang yang tak "longgar"
dalam kehidupannya akan sangat terasa sekali saat ramadhan hadir,..lha
wong makan cuma 2 kali sehari saja susah, mongko saat berbuka dan sahur
adalah "saat upacara" yang paling penting bagi yang berpuasa. Betapa
cerianya saat bedug Magrib tiba, dengan ucapan syukur yang cukup
keras..Alhamdulillah..lha pas ndak ada yang dimakan, sangat terasaaaa
sekali nelangsa-nya, "bak dhuafa" yang ada diemperan masjid layaknya.
"Bu,
minyak tanah habis,.gimana mau njerang air?" kataku sambil membawa
jirigen minyak tanah, siap untuk beli minyak, yang saat itu satu
liternya cuma 350 rupiah..Ibu terlihat menggeleng, "ndak ada uang
nduk..mungkin kita bisa pakai ranting itu.. " tunjuknya di pohon jambu
bangkok samping rumah. Hah? pakai ranting jambu? seumur-umur kitanya
ndak pernah membuat perapian untuk masak dengan ranting. Dengan patuh
kuseret ranting jambu yang kelihatan kering menuju perapian yang
disiapkan ibu (yang biasanya khan masak pake kompor minyak). Bedug
maghrib sejam lagi berbunyi,..MasyaAllah perapian ini ndak jadi-jadi
juga, lha gimana mau jadi ternyata ranting itu juga masih basah..Sungguh
bagai sebuah ironi yang harus dijalani, tak terasa buliran air mata ini
menetes.. Melihat kami yang sibuk, kakak iparku yang rumahnya
berdampingan dengan rumah kami, mengansurkan jirigen minyak tanahnya
yang tinggal setengah liter kepadaku,..maklumlah keluarga kakakku itu
juga sedang "berjuang" kala itu, hingga masalah keuangan juga belum
longgar. Akhirnya saat bedhug magrib,..kami bisa berbuka..(Makasih kakak
iparku. Moga Allah membalas dengan berlipat.)
Hari
berikutnya, masalah juga sama..bila ndak sungkan, kami bisa tiap hari
sekeluarga berbuka dimasjid, kalau perlu pas sahur (ihik,..sahur bersama
kala itu belum populer), tapi kok ya rada aneh, wong biasanya cuma
perwakilan saja, satu apa dua orang serumah untuk berbuka dimasjid,
sambil mendengarkan Kultum.Makanya kusiasati, meminta pada panitia untuk
beberapa hari memasakkan makanan berbuka untuk masjid, padahal kuakui
aku tak terlalu pandai masak, apalagi masak masal untuk seratusan orang,
bukan perkara mudah, dan uangnya memang sudah dari sumbangan
masyarakat. Kadang hasilnya ndak maksimal, nasi gosong atau lauk yang
ndak sesuai, lha gimana lagi wong ndak pengalaman, sebenarnya niatanku
hanya bisa menyambung nafas keluarga agar bisa berbuka atau bahkan sahur
dengan sisa nasi dan lauk yang sengaja kulebihkan.
Bila sudah sungkan meminta mbakyuku, juga jadwal dari masjid untuk
memasakkan berbuka dah habis, maka satu jurus lagi yang dilakukan dan
ini inisiatif adik lelakiku, meminta bantuan mantan pengasuhnya saat
kecil, yang waktu itu berjualan sayur, nasi dan lauk. Subhanallah, ada
opor, pecel, gudeg, telur pedas juga rendang daging sapi, juga gorengan
lainnya dengan ikhlas diberikan secara cuma-cuma pada kami lewat adikku
yang sengaja berkunjung kerumahnya. Dan lucunya, karena rumahnya agak
jauh, jadi harus naik bis kota, untuk ongkos bispun yang saat itu hanya
seratus rupiahpun (beneran nih) ndak didapat,..dan hap..kami
berlomba-lomba mencari dikolong ranjang dengan berharap ada ratusan
logam yang menggelinding disitu,..dan ternyata ada!!. Untuk 2 hari kami
bisa "berpesta" dengan pemberian itu,tentu di panaskan kembali makanan
itu,.. Duh Nuwun yang tulus untuk Mantan pengasuh adikku..Semoga Allah
melimpahkan kekuatan pada keluargamu..
Dan Saat
Ramadhan akan berakhir,..Kami kembali sedih,.bukan cuma harus berpisah
dengan bulan mulia ini, namun terbayang saat lebaran tak bisa menanak
nasi.(Ya Allah, aku sangat malu..ingin kututup wajahku dengan dua belah
tanganku bila mengingat ini). Aku memberanikan diri sebagai Amil Zakat.
Padahal aku tidak tercantum dalam susunan pengurus sebagai Amil. Ada
niat ganda saat itu. Membantu panitia zakat (yang kesemuanya laki-laki),
tapi yang terpenting aku mendapat jatah Amil, dua setengah kilo beras,
bukan jumlah yang sedikit untuk menyambung "hidup"beberapa hari, yang
kebanyakan para Amil ini tidak mengambil, dan dikembalikan ke panitia
untuk di bagi sama dhuafa lagi. Aku nekat membantu sampai jauh malam,
karena khawatir..TIDAK TERCATAT SEBAGAI AMIL!!! Dan akupun satu-satunya
perempuan yang "yanggong" sampai malam. Kusembunyikan rasa malu ini,
kutepis rasa "dremis" ini demi dua setengah kilo beras..
Kuakhiri cerita ini dengan perasaan tercekat; begitu Allah sangat
sayang padaku. Rejeki dilimpahkan tanpa henti, walau tak berlebih, tapi
kusyukuri sebgai pemberiannya yang tak terkira. Ramadhanku sekarang
kusambut dan InsyaAllah kulalui dengan riang hati. Aku dan garwaku
berupaya keras untuk membebaskan tangan kami yang terbelenggu
kebelakang, untuk di "mudah"kan kedepan, memberi sebisa, semampu
mungkin. Sedekah yang tak berhenti. dan melebihkan mengasah hati untuk
melihat sekeliling terhadap orang yang sebenarnya tak mampu, tapi malu
untuk meminta. Dan sebenarnya bila orang sadar, bahwa dengan memberi,
Allah akan melipat gandakanya pahala dan rezeki yang berlipat, juga
menjauhkan dari gundah, Sakit, Malapetaka dan segala kekurangan. Allah
Maha Baik, Maha Kaya..semoga kita bisa meniru kebaikanNya, juga kekayaan
yang kita miliki dimudahkan Untuk berbagi kepada yang lain..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar