Udara
malam yang menggigit di kaki bukit dusun ArgoMulyo itu, tak halangi beberapa
jamaah yang khusuk di mushola “al-Falah” saat Isya’. Sebelum mereka beringsut
pulang, Pak sholeh, Modin desa, mengadakan pertemuan mendadak, hingga
jama’ahpun dengan sukarela mengurungkan niatnya untuk segera pulang.
“Sederek-sederek,
saya minta maaf karena tidak beritahukan dulu sebelumnya kalau saya minta waktu
sebentar, dan terimakasih karena sampeyan semua sudah sudi meluangkan
waktunya,..”Pak Sholeh mengawali pertemuan kali itu.
“Karena sebentar
lagi bulan dzulhijah akan kita jelang,.maka kita persiapkan sebaik-baiknya
bulan itu untuk Idhul Adha,..menyembelih qurban., nah pertanyaan saya, adakah
tahun ini didesa kita kambing yang akan disembelih.? Mosok lucu bukan
kepalang kalau kita hanya
menyelenggarakan sholat ‘Ied saja, seusai sholat tingak-tinguk karena tak ada
hewan yang mau disembelih,..” Ucap pak sholeh sambil peragakan ‘tingak-tinguk’
menoleh kekiri dan kekanan jama’ah,..
“Memang tahun
kemarin kita sempat menyembelih 3 kambing, satu dari pakde Jumali, juragan ayam
pojok desa, satunya dari saya, dan satunya …sebuah kejutan besar, karena mas
Danuri, yang maaf Cuma tukang parkir di Pasar Sambilegi, mampu Qurban satu ekor
kambing!! Opo ora hebat,..” sambil menggelengkan kepala pak Sholeh menengok mas
Danuri, yang tadi kurang konsentrasi dengar pujian Pak Modin,..sampai-sampai
pak Sugeng menyentuh pundaknya beri isyarat kalau ia sedang dibicarakan. Tahu
begitu, mas Danuri jadi salah tingkah pecinya digeser miring dikepalanya.
“Apa nih
resepnya mas Danuri kok tahun kemarin bisa-bisanya qurban, karena kita tahu
kita ini sama-sama wong kesrakat,..orang yang tak mampu kalau harus membayar
jreeng sak juta lebih seratus ribu,..pripun mas,..monggo ngendikan,..”
“Ah, ndak ada
resepnya Pak Sholeh,..semua juga tahu berapa toh penghasilan seorang juru
parkir, belum lagi penghasilan saya dibagi dua sama teman tukang parkirku..”
“Ndak usah merendah
mas Danuri,..bilang saja biar kita ini bisa meniru sampeyan suatu saat nanti,..”
pak Ashori ikut penasaran. Tahu seluruh pandangan tertuju padanya, mas Danuri
jadi salah tingkah, duduknya agak bergeser ketempat paklik Somad, yang masih
terhitung saudaranya.
“Saya Cuma
terkesan oleh Yu Sarmi, penjual sayur
yang suka memarkir di Pasar Sambilegi. Saat Qurban dua tahun lalu, Ia membawa
bronjong besar. Biasanya Cuma membawa bagor yang diikat tali kalau sedang
kulakan sayur. Saya Tanya kadingaren bawa bronjong yu,..katanya untuk membeli
kambing di pasar kewan,..trus kutanya,..wah wis sugih ya, Yu Sarmi ini mau qurban
segala,..kataku basa-basi,..namun jawabannya cukup mengejutkanku katanya: ‘Saya nabung setiap hari tiga ribu
rupiah hasil jualan sayur dan kucemplungkan
di celengan Jago,,..nah pas mau qurban, celengan ini saya buka,..kuhitung
ternyata dapat sak juta limapuluhribu,..sepertinya sudah cukup beli kambing
yang sehat,..kuat dan cukup umur untuk qurban.’.” Mas Danuri menghela nafas,
sambil mengingat-ingat ucapan apa yang ia dengr dari Yu Sarmi dua tahun lalu
yang menjadi titik balik-nya untuk niat berqurban,..meski ia termasuk orang
yang kesrakat orang yang tak punya.
‘Yah,..sederek
sekalian saya Cuma meniru apa yang dilakukan Yu sarmi,..dengan menyisihkan tiap
hari uang barang 2-3 ribu, bila dilakukan dengan ikhlas ternyata tak
berat,..dan hasilnya saya sendiri juga gumun alias heran,..bisa-bisanya saya si
tukang parkir bisa menyerahkan kambing qurban untuk pertama kalinya tahun kemarin,..dan
sekarang tahun ini InsyaAllah kambing qurban
ke dua bisa saya beli dari tabungan tiga ribuan itu, dan nyuwun donganya tahun-tahun
berikutnya bisa terus berqurban,..”
“Subhanallah,..Mas
Danuri ini adalah bisa dijadikan teladan juga Yu Sarmi yang rumahnya didesa
tetangga , sebagai percontohan semoga
bisa dimudahkan Allah untuk bisa ber Qurban setiap tahunnya meski kita ini wong
cilik,..ingatlah ya sadulur smuanya dalam sebuah ayat Allah berfirman:
‘Tidaklah sekali-kali darah dan daging qurban itu akan sampai padaku, kecuali
ketaqwaan diantara kamu sekalian,..’ Nah nilai taqwa ini sebenarnya yang harus kita kejar. Bagaimana
mungkin kita bisa disebut bertaqwa kalau kita tak berusaha semaksimal mungkin
untuk mengikuti perintah Allah, yang sebenarnya bisa kita laksanakan kalau kita
berniat dan ikhlas, dengan cara ya mungkin mencontoh mas Danuri dan Yu Sarmi
ini,..:
“..apalagi bagi
sederek yang sebenarnya mempunyai kemapuan tapi sangat berat untuk menyisihkan
harta yang dicintai-nya. Lha sebenarnya yang sudah punya mobil khan lebih dari
mampu to,..” lanjut pak Sholeh sambil melirik pak Harun yang sedang
teklak-tekluk pertanda sedang ngantuk, tahu kena sindir, pak Harun Cuma
tersenyum kecut sambil ngucek-ucek matanya.
“Atau sederek
yang sudah punya kambing 25, wah akeh temen ya,..kalau misalnya nempil satu saja untuk qurban,.. tentu kita
akan senang sekali..saya mencoba berkhayal ya,..kalau begitu bila dihitung Qurban
tahun ini lumayan banyak,..ada pak Jumali juragan ayam, saya, mas Danuri, pak
Harun dan paklik Parno,..nggih mekaten to paklik,..” sambil mendehem perlahan
dan tentu menatap tajam paklik Parno,..hingga paklik satu ini jadi gelagapan.
Sambil
garuk-garuk kepala yang tiba-tiba terasa gatal, paklik Parno menanggapi
sindiran Pak Sholeh dengan lirih.
“Lha nggih belum
dulu to pak Modin, saya belum siap, masih ada rencana yang belum saya
laksanakan, mungkin tahun depan,..sama kambing saya ada 24 pak bukan dua lima,..Cuma
yang satu sedang nunggu manak-nya , paling nanti malam atau besok pagi yang
melahirkannya..”
Ah,..paklik
Parno ini lucu benar ya,..pakai acara meralat perkataan pak Modin segala
tentang jumlah kambingnya, malah ditambahi laporan kalau kambingnya ada yang
hamil tua dan sebentar lagi mau manak-melahirkan,..terlihat beberapa jamaah
mulai mesam-mesem..
###########
Sepulang dari masjid, nampak paklik Parno “grundelan”,
rasanya mangkel sungguh kalau mengingat Ia tadi menjadi bahan sindiran, meski
sebenarnya sindiran itu untuk kebaikan. Soalnya
Ia sudah rencanakan lama sejak si Salim anak lanang-nya diterima
kuliah di UGM., Untuk membeli Mobil minibus seperti punyanya Pak Harun.
Meski jarak antara rumahnya dan kampus hanya
satu jam perjalanan, Salim memilih untuk Kost dekat kampusnya, katanya biar tak
capek bolak-balik kerumah, apalagi Ia aktif di berbagai lembaga di kampusnya,
tentu sangat repot bila sampai rumah tengah malam. Bapak dan Simbok Salim juga
mendukungnya, Cuma masalahnya kalau mau menengok di Kost-nya, Paklik Parno
merasa sangat ribet bila naik sepeda motor berempat, yakni dengan mbok Harti-
ibunya Salim, Hanah dan Ridwan dua adik Salim, tentu dengan dirinya
Makanya Paklik
Parno pengin beli Mobil minibus seperti milik Pak Harun yang katanya dibeli
seharga 25 juta kelihatan apik, bergengsi juga bisa ngangkut sekeluarga tanpa
repot kemana-mana, apalagi tengok Salim di Yogya., dan tentu uang untuk beli mobil adalah hasil
penjualan 23 kambing miliknya, tentu tak termasik si “manis” kambing yang akan
melahirkan itu.
“Ono opo pak,
kok kliatan muram pulang dari Mushola” Mbok Harti bertanya pelan karena tahu
tabiat suaminya yang pemarah.
“Itu lho pak
Modin, nyidir-nyidir aku dan kambingku, trus malah muji-muji mas Danuri sama Yu
Sarmi,..kepiye karepe,..”
“Critane piye pak,..saya kok ndak
mudeng?”
“Tadi, pak Modin
kumpulkan warga bahas Idhul Qurban, katanya tahun ini ada ndak yang mau
qurban,,.giimana kalau tahun ini selain yang tlah qurban tahun lalu ditambah Pak
Harun yang sudah punya mobil, sama aku yang punya kambing akeh,…”
“Ya benar to
pak, kata Pak Modin itu, mbok ya sesekali kita nyoba serahkan kambing tuk
Qurban to pak,..apalagi tadi si Salim sudah telpon aku lewat HaPe-nya mbak
yayuk tetangga samping rumah, nanyain mbok kalau bisa tahun ini kita
Qurban,.soalnya dia juga jadi panitiia Qurban di kampusnya pak,..”
“Apa..?” Paklik Parno mendelik.
“Wis,..kamu juga anak
lanang-mu ndak beda ama pak Modin yang bujukin aku tuk qurban ya,..opo bune
ndak inget kalau rencanaku dah bulat tuk beli mobil kaya punyae pak Harun kae
dengan menjual 23 kambing milik kita,..lha nak ditempil satu aja tuk qurban
yo,ra genep lagi uang tuk beli mobil
iku,..” Suara Paklik Parno meninggi, pertanda marahnya mulai tesulut. Mbok Harti paham
dengan gelagat suaminya, dengan cepat ia mengalihkan perhatian.
“Kok bisa ya Mas
Danuri sama Yu Sarmi dipuji-puji pak Modin gimana critane pak?’
Meski enggan
paklik Parno mencoba menceritakan percakapan mereka di Mushola tadi.
“ooo, gitu to jebul
dengan menyisihkan 3 ribu rupiah perhari dalam setahun bisa dapat kambing? Kok
ya tak pernah terpukirkan sebelumnya ya olehku, tahu gitu dari dulu aku bisa
ber Qurban, tanpa nunggu lerem-nya ati pakne untuk mengikhlaskan kambingnya
satu saja untuk qurban,..bukankah hewan qurban itu kendaraan kita diakherat
kelak ketika kita akan melintasi padang
masyar pak?”Mbok Harti mencoba mengingat
isi pengajian ibu-ibu jumat kemarin.
“Mbuh karepmu bune,
sana nyelengi
telung ewu-nan sampe jeleding dapat kambing ,..” Pak lik Parno benar-benar
kesal dan mulai mengejek niat baik istrinya.
“Ya udah pak,
kalo masih marah, tapi mungkin ini berita bagus yang bisa buatmu senang. “Si
Manis “ sudah beranak, dua ekor, lucu
dan sehat, tadi pas pakne berangkat Isya di Mushola. Dah mau nyusu babonnya ,..bila
mau menengok pakai senthir yang ada didapur, tapi jangan lupa dikembalikan lagi
pak, soalnya bisa bahaya bila diletakkan disana,..”
Wuuuzz… dengar
berita itu Paklik Parno tanpa komentar apapun langsung ngge-blas menuju ke
kandang kambing, disambarnya senthir didapur, tanpa pedulikan pesan istrinya.
###########
Wah, dua kambing yang lucu dan
sehat,..bathin Paklik Parno, hatinya langsung berbunga, kelahiran kambing,
baginya adalah harta yang tak ternilai. Dua cempe itu terlihat terlelap
disamping babonnya “Si Manis”,
Baru saja mau membenahi jerami yang berserakan
disekitar kandang tiba-tiba terdengar namanya disebut.
“Paklik Parno, ikut saya ya,
membetulin saluran air yang mampat didekat sawah saya pinggir desa. Hari ini
khan giliran sawah saya yang dapat ilen-ilen…”Ajak pak Harun disamping kandang , setelah diberi tahu Mbok
Harti keberadaannya..
Sebenarnya Paklik Parno agak enggan
karena dia ingin berlama-lama dengan Si Manis yang baru melahirkan, tapi demi
niatan sekalian Tanya-tanya mengenai mobil bekas seperti punya-nya pak Harun,
langsung saja Paklik Parno bergegas
dekati Pak Harun yang nunggu dengan pacul dipundak, Dia lupa dengan pesan
istrinya, tentang senthir yang ditinggal di kandang kambingnya, pikirnya Cuma
sebentar saja, dan biar tuk hangatkan cempenya, setelah bantu pak Harun,
senthir akan dikembalikan ke dapur,..
#############
Seusai membetukan jalan air, Paklik
Parno langsung memberondong dengan banyak pertanyaan seputar mobil bekas sama
Pak Harun, di gazebo kecil-tempat mengusir burung di sawah milik Pak Harun.
Namun belum begitu lama mereka berbincang, tiba-tiba terdengar suara kenthongan warga yang semakin lama semakin keras. Pertanda ada
sesuatu kejadian didesa mereka.. Keduanya saling berpandangan, dan kemudian sigap
membawa pacul dan turut berlarian kecil disepanjang pemantang sawah
Dada Paklik Parno berdegub dengan
kencang, Ia baru merasa meninggalkan rumah sebentar, namun tak terasa memang
sebenarnya hampir dua jam, dan perasaannya mulai tak enak karena mendengar Udin remaja tanggung yang ngalor-ngidul
membawa kenthongan dan berteriak
:”Ada
kebakaran,..kebakaran,..kobongan,..kobongan..”
Dan arahnya memang menuju rumahnya
!!! duh jangan-jangan senthirku,senthirku
Pikir Paklik parno sudah tak
karuan. Dia segera njranthal berlari. Dan benar adanya..
“Piye to pakne,..ninggal senthir kok
didalam kandang,..sudah kubilang tadi to,..trus njenengan itu dimana to,.pergi
tak pamit.’ Mbok Harti glesoran di tanah.
“Yang mana kena kebakarannya Bune,..Hanah,
Ridwan piye?” paklik Parno sudah gugup setengah mati melihat asap yang
membumbung tinggi keangkasa dan api yang menjilati Kandang kambingnya juga
sebagian dapurnya yang kebetulan sangat dekat dengan kandang kambingnya.
“Itu Hanah dan Ridwan …”mbok Harti
menunjuk kedua anaknya yang sedang didekap Mbah Kerto tetangga dekatnya karena
sangat ketakutan
“Tapi,..”
“Tapi opo bune..?”Tanya Paklik
Parno dengan nada khawatir
“Kambingmu semua ora kalap,..juga
termassuk cempe-cempemu,..piye to sampeyan pak, senthirmu paling tadi disepak
kambingmu atau disenggol tikus,..wis
enthek habis semua,…”
“Apa,..?...semua wedhusku,….kambingku,..si
Manis,..cempeku,..mobilku,…”suara paklik Parno yang tadi meninggi tiba-tiba
mulai melemah. .Sebelum pingsan lamat-lamat Dia mendengar suara Lik Somad.
“Wah kasihan ya, di minta
meng-ikhlaskan satu ekor saja kambingnya untuk qurban saja enggan, Paklik Parno
malah meng-ikhlaskan seluruh kambingnya pada api,..”
“Huuuus, jangan bilang gitu pak,
ora ilok.”terdengar suara tetangganya yang lain
Lalu Paklik Parno-pun pingsan di sandaran Pak
Modin Sholeh dengan sukses……..
Sukoharjo, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar