Sahabat ummi,
banyak diantara kita memperselisihkan perbedaan tata cara shalat antara lelaki
dan perempuan. Dalam fikih Islam, apakah memang ada perbedaan yang cukup
signifikan mengenai perbedaan tersebut?
Sebenarnya tidak ada perbedaan
yang signifikan antara tata cara shalat laki-laki dan shalat wanita, karena
tidak ada dalilnya, karena pernyataan yang terdapat dalam hadist adalah
bersifat umum yakni sabda Nabi Muhammad saw:
“shalatlah
kamu, sebahaimana kamu melihatku shalat”
Atas dasar itulah Syaikh Ibnu Baz menyatakan Sunnah
Nabi menyatakan hendaklah kaum wanita menunaikan shalat sebagaimana lelaki
menunaikannya, baik dalam rukuk, sujud dan mengeraskan bacaan.
Meski demikian, menurut ulama lain
menyebutkan ada beberapa bagian tatacara dalam shalat dimana lelaki dan
perempuan memang berbeda, yakni dalam hal:
·
Merapatkan bagian-bagian tubuhnya dalam
sujud, seperti merapatkan kedua sikunya ke lambung dalam bersujud, sedang bagian perutnya
dilekatkan dengan paha. Jika lelaki disunahkan merenggangkan kedua sikunya dari
lambung, Juga perutnya direnggangkan dari paha. Hal ini menurut riwayat Al
Baihaqi:
Bahwasanya Nabi SAW pernah melewati
dua orang perempuan yang sedang shalat, maka beliau bersabda: “Apabila kamu
berdua sujud, maka rapatkanlah sebagian daging (bagian tubuh) ke lantai. Dengan demikian, terlihat tatacara antara
lelaki dan perempuan dalam hal ini memanglah tak sama.
- Seluruh tubuh wanita saat shalat adalah aurat, selain
wajah dan telapak tangannya.
Abu Daud meriwayatkan dari Ummu
Salamah, jika dia pernah bertanya pada Nabi Muhammad saw:
“Bolehkah wanita shalat dengan
memakai baju dan tutup kepala saja, tanpa kain?” Jawab Nabi: “(Boleh), apabila
baju itu panjang, menutupi punggung telapak kakinya”.
Sedang bagi laki-laki yang dimaksud aurat adalah antara
pusar dan lututnya, maka untuk laki-laki saat shalat tertutup dari tubuhnya
hanya antara pusat dan lututnya saja misalnya, maka shalatnya sah. Namun
alangkah baiknya jika lelaki memakai pakaian saat shalat, pakaian sopan dan
sewajarnya.
Bagaimana dengan hukum wanita melakukan adzan atau iqamah? Wanita
hanya disunahkan iqamat (untuk jamaah wanita saja, imamnya juga wanita, pen),
namun jika harus adzan maka suaranya diharapkan sangat rendah. Ini bukan
makruh, namun merupakan dzikir dan mendapat pahala karenanya, namun jika
suaranya ditinggikan adzannya, maka menjadi makruh. Jika khawatir timbulkan
fitnah dengan suara muadzinnya maka hukumnya haram.
Hal ini memang berbeda dengan lelaki, Beda dengan lelaki,
mengumandangkan adzan dan iqamah adalah sunah dikala hendak lakukan shalat
fardhu. Sama halnya jika waita tersebut saat menjadi imam apakah bacaannya
boleh keras? Dalam shalat, wanita harus merendahkan suaranya jika ada lelaki
yang bukan muhrimnya, agar tak terjadi fitnah, hal ini disarikan dalam al Ahzab
ayat 32, dimana wanita dilarang berbicara ‘menunduk” yakni lemah gemulai agar
lelaki yang mempunyai penyakit hati tidak menganggu, atau berpikiran negative.
Jika imam lupa dengan gerakan atau salah gerakan dalam
shalat, bagaimana cara wanita mengingatkan atau membenarkannya? Dalam
mengingatkan imam didalam shalat yang terlupa gerakan, atau salah gerakan maka
wanita boleh bertepuk tangan dengan memukulkan tangan kanannya pada punggung
telapak tangan kiri. Hal ini berbeda dengan lelaki Dan jika lelaki, disunahkan
membaca tasbih dengan suara keras, saat akan mengingatkan. Hal ini menurut
riwayat Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Sahal ra, bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa ragu-ragu karena sesuatu dalam shalatnya, maka
hendaklah ia bertasbih, maka ia mendapat perhatian. Dan adapun bertepuk tangan
hanyalah bagi wanita.”
Shalat diharapkan menjalankan
shalat dengan khusuk dan sebaiknya wanita wajib menjauhi dari hal-hal yang
menyibukan diri dari kekhusukan dalam
menjalankan shalat, ataupun segala sesuatu yang menganggunya, seperti
mengerjakan shalat disuatu tempat yang ada lukisannya sebagai hiasan, atau
diderpan cermin, demikian Syaikh ibnu Baz menjelaskan.
Mengenai
shalat dengan dua siku ditempat sujud, Syaikh Ibnu Baz
menjelaskan Disunahkan seorang wanita yang sedang shalat fardhu atau shalat
sunah untuk mengangkat kedua sikunya serta bertumpu kepada kedua telapak tangannya
saat sujud.
Terakhir,
wanita diharapkan dalam menjalankan kekhusukan, menurut Syaikh
Zainuddin al Malibari, shalat bisa batal jika melakukan pekerjaan (gerakan,
pen) yang banyak dan dilakukan terus menerus, misalnya tiga kali gerakan (tiga
kali menggaruk dan tiga kali melangkah) atau satu gerakan saja yang
berlebih-lebihan seperti meloncat, menggerakan seluruh badan tanpa sebab.
Hal ini dilakukan secara berurutan atau terus menerus/ tidak berselang. Misalnya mengusap hidung, menggaruk badan secara terus-menerus. Jika satu gerakan terus menerus, dan berselang agak lama, maka shalatnya tidak batal, karena dua kali gerakan yang terus-menerus.
Hal ini dilakukan secara berurutan atau terus menerus/ tidak berselang. Misalnya mengusap hidung, menggaruk badan secara terus-menerus. Jika satu gerakan terus menerus, dan berselang agak lama, maka shalatnya tidak batal, karena dua kali gerakan yang terus-menerus.
Referensi:
Candra
Nila Murti Dewojati, 2013, 202 Tanya Jawab Fikih Wanita, Penerbit Al Maghfirah,
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar