Hampir semua ibu,
selalu mempersiapkan kehamilan pertamanya dengan debar hati, apapun yang
bersifat baru, selalu ditanggapi dengan perasaan yang berkecamuk; menata hati
yang tak tentu, mengamati setiap perubahan dari raganya, persiapan dengan penuh
kebingungan dan tanda tanya : sebentuk apakah makhluk mungil yang akan lahir
kedunia. Apakah Saya akan melahirkan dengan sempurna, bayi sehat tanpa cela dan
semua akan berjalan baik-baik saja?
Setumpuk buku, puluhan
nasehat orangtua, kerabat, dan teman seolah memenuhi dinding telinga. Berharap
setelah proses kelahiran anak pertama saya yang lahir normal, berat 2,90kg,
semuanya akan terlihat mudah karena perasaan lega, syukur haru dan bahagia
tiada tara akan membantu saya melewati pengasuhan bayi pasca melahirkan.
Ternyata dugaan saya meleset sangat jauh. Satu hal yang sangat besar, penting,
terlewatkan. Tak ada buku yang kubaca mengenai sydrome Baby's blue ternyata
telah merongrong saya, bahkan merampas kebahagiaan saya memperoleh bayi baru
nan lucu, berganti kesedihan, galau, kemarahan, kepenatan yang seolah tiada
habisnya. Semua orang yang terlihat membantu sayapun seolah tak ada artinya,
sedih ini tak ada yang menanggulanginya.
Ketika badan letih
tiada tara pasca melahirkan, harus langsung memegang dan merawat bayi mungilku
yang sepertinya bisanya hanya menangis, rewel tiada henti. Semalaman Saya harus
memberi air susu tiada henti dalam posisi terduduk. Bila bayi diletakkan
pastilah nangis keras, bayi-ku telah mempenjarakan kehidupanku !, padahal
seluruh pekerjaan sebagai seorang ibu harus kulakukan, mencuci, menyertika,
membereskan rumah sampai memasak. Belum lagi seluruh badan tertasa sakit bak
tertimpa pohon besar yang rubuh. Saat itu, saya terlihat sangat depresi,
menjadi gampang tersulut emosi, pemarah dan sedih yang kerap mendera, bahkan
kerap menangis bersama sang bayi bila Ia sudah tak bisa dikendalikan.
Hingga kerap ada
kejadian lucu yang tak pernah kulupa, bila ada orang yang berisik, atau hanya
sekedar makan kerupuk saja, didekat bayiku ini, dan suara "krezz"-nya
membangunkan bayi yang kucoba tidurkan dalam tempo 2 jam dengan susah payah,
langsung kubentak. Belum lagi, keluarga yang melihat tayangan lucu ditelevisi
dan terbahak-bahak, saya langsut merengut dan menegur mereka :"bisa tidak
kalau tertawa itu ditahan, atau dalam hati saja,.." kataku dengan nada
serius. Mereka semua jadi terdiam dan berbisik, kudengar lambat-lambat
pembicaraan mereka: "tertawa ditahan dan dalam hati melihat tayangan lucu,
caranya gimana ya,." Saya dengar dari balik kamar, sambil tersenyum kecut
sambil bertanya dalam hati, ada apakah gerangan dengan diri saya, koq bisa-bisa
tadi pagi mengacungkan tinju pada pengendara yang lewat depan rumah
karena suara motornya meraung-raung bangunkan lelap sang bayi? Kenapa
Saya yang peramah ini tak bisa tersenyum dan berganti dengan amarah?
Ternyata setelah
sekian lama baru bertemu dengan solusinya, dan solusi itu sangat membantu saya
dalam menyambut kelahiran anak-anak saya selanjutnya. Saya telah terkena
syndrome Baby's blue yakni suatu kondisi pasca melahirkan yang biasa didapat
pada kelahiran anak pertama yakni berupa kesedihan, emosi yang tak terkendali
pasca melahirkan. Bahkan beberapa Ibu nyaris bunuh diri karenanya,
Asthagfirullah sudah separah itu bila tak ada tangan-tangan yang membantu.
Dorongan orang terdekat, Ibu, kerabat, suami sebenarnya sangat menduduki posisi
pertama saat ada ibu yang baru melahirkan, itu kuncinya. Siap membantu, apalagi
kebingungan awal memperoleh anugrah bayi mungil, harus ektra diperoleh. Bila
perlu sang Ahli psikologi juga dilibatkan bila si Ibu telah terkenna syndrome
ini secara akut. Kunci yang kedua, perbanyak membaca buku-buku kehamilan dan
melahirkan secara lengkap, saling berbagi cerita antar ibu , tak lupa banyak
berdoa, karena ketenangan batin akan sangat membantu ibu dalam mengasuh buah
hatinya dan tak lupa persiapan secara mental sebaik-baiknya dalam memperoleh
anugrah ini, agar Simphony sedih bagi sang ibu baru tak lagi ada dan tertukar
dengan simphony bahagia tentunya.
ooh, baby blues ternyata :D
BalasHapusiya mbak Vanisa..
BalasHapuswaktu aku hidup di sulawesi si ibu bunuh diri , pas itu menurutku si ibu muda kurang di siapkan mentalnya. di tebing ku jumpai sudah terganggu jiwanya, dia sudah mulai jalan jalan tak bertujuan, yang ini menurutku karena kurangnya kerjasama lingkungan keluarganya
BalasHapusiya makanya bantuan harus dari banyak pihak ya jeng saat baby blue ini
Hapusiya bu, klo aku dulu sering nangis, sensitif sekali tapi alhamdulillh sekeliling ku mendukung dan sayang tenan
BalasHapushihii iya kalo begitu beruntungnya dirimu jeng Hana, jika tidak sindrom ini tambah bikin nelangsa..
BalasHapus