Perempuan, adalah salah satu makhluk
yang mudah sekali menjadi korban kriminalitas yang sekaligus mengalami
kekerasan. Mereka sering dijadikan objek yang terawan dan empuk oleh
orang-orang yang jahat dan pandai memanfaatkan kelemahan perempuan. Hal ini
dikarenakan adanya paradigma Gender antara laki-laki dan perempuan. Terkadang,
isu gender ini membatasi gerak juga mempertegas bahwa perempuan adalah makhluk
lemah yang gampang menjadi sasaran kriminalitas yang merajalela tiap harinya
dan tak jarang, perempuan kerap menjadi korban kekerasan.
Sebenarnya apakah gender itu? Kosa
kata gender pertama kali diunggah oleh Ann Oakley (1987) untuk membedakan seks
(jenis kelamin) secara biologis dan realitas konstruksi social budaya atas seks
lelaki dan perempuan. Gender bisa disebut sebagai harapan, kebiasaan, adat dan
tradisi yang melekat pada suatu budaya tertentu, yang merupakan pembeda tugas
juga peran social antara laki-laki dan perempuan. Berangkat dari fakta
perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, yang kemudian gender
dikonstruksikan sedemikian rupa melalui adat, tradisi, kebiasaan, pola asuh,
pendidikan dan lain sebagainya . Hal ini yang sepertinya jadi dikotomi bahwa
antara lelaki dan perempuan haruslah seperti itu.
Padahal ada dampak yang luar biasa
dari pembagian itu, karena telah mengantarkan keduanya pada posisi yang tidak
setara atau tak seimbang. Karena secara social perempuan ditekankan pada sector
domestic, karena fungsi reproduksi dimana perempuan bisa menstruasi hamil,
melahirkan, menyusui. Karena fungsi reproduksi perempuan itulah maka ia
diharapkan berperan dominan untuk selalu berada di rumah, sebagai pengasuh anak
dan mengelola rumah tangga. Berbeda dengan perempuan, lelaki punya reproduksi
yang berbeda, maka dibangun suatu paradigma jika ia adalah seorang pelindung
dan pencari nafkah buat keluarga dan tentu saja bekerja di luar rumah. Nah,
pembagian tugas domestic ini lama kelamaan merugikan kaum perempuan itu
sendiri, karena merasa tak mendapat “pengakuan lebih” ketika seorang perempuan
mempunyai suatu kekuatan, ingin ekspresikan kelebihannya, kepandaiannya atau
ingin lebih berprestasi dan berbuat yang berguna untuk diri sendiri, lingkungan
dan keluarga.
Pada beberapa adat dan tradisi
pengaturan peran dan tugas yang ketat sedemikian itu akhirnya mengarah pada
satu titik, bahwa itulah yang disebut kodrat (given). Bila itu terjadi, maka
pelabelan (stereotyping) akan menjadi sesuatu yang tak positif dan sangat
merugikan pihak perempuan, karena dianggap kaum lemah, tak punya banyak daya
menolak, atau mudah diperdayai dan selanjutnya menjadi kaum bertipikal
inferior. Ini yang dikhawatirkan oleh banyak pihak dengan hubungan yang saling
berkaitan antara kaum lemah (inferior) akan menjadi sasaran empuk kaum superior
(laki-laki) yang sepertinya nampak kuat dalam segala hal dan tak pelak bisa
menjadikan perempuan target criminal yang sangat riskan bersinggungan dengan
tindak kekerasan.
Untuk itulah pembakuan peran macam
ini, yang secara tak bijak menempatkan posisi perempuan pada hal yang ‘rendah’,
menjadikan kaum lelaki lebih tinggi derajatnya dalam segi ekonomi, semisal
dalam hal upah bekerja, kemudahan memperoleh jenjang lebih tinggi dan
keleluasaan menempati jabatan tertentu. Dalam masalah sosialpun berujung pada
pemasungan dan penindasan hak-hak perempuan. Hal inilah yang sebenarnya patut
disayangkan banyak pihak. Perjuangan gender bukan membuat kesetaraan atas
laki-laki sama persis , namun diartikan beri kesempatan perempuan untuk lebih
mengapresiasikan potensi yang ada dalam dirinya secara bijak, tanpa ada
hambatan atau pemasungan gerak perempuan untuk maju membangun diri, keluarga
dan bangsanya. Karena tak dapat dipungkiri jika kaum perempuan dalam banyak
bidang mempunyai potensi luar biasa. Mulai dari bidang ilmu, ketrampilan,
kedokteran, politik, perniagaan (ekonomi) juga social.
Label (Stereotype) tertentu yang
berkaitan dengan peran gender mereka, seperti “lelaki gagah perkasa” dan
“perempuan manis, lembut dan manja”, juga seakan dipertegas dengan pencitraan
oleh “adat” atau bahkan media, sehingga jadi terkumpul suatu keyakinan bahwa
memang itulah kodrat lelaki sebagai makhluk kuat, dan Macho, sedang perempuan
sebagai makhluk lemah karena hanya bersifat feminism.
Bila perempuan mulai dijadikan ajang
korban kriminalitas karena pelabelan sebagai makhluk lemah tersebut, dan malah
mendapat perlakuan tak pantas, sewenang-wenang, baik di rumah, sekolah, dalam
masyarakat juga tempat umum. Juga tak jarang kekerasan dari pelaku
kriminalitas, saat akan pertahankan diri atau sengaja dilukai agar tak meminta
pertolongan atau mempermudah pelaku melakukan aksinya, maka apa yang harus
diperbuat oleh pihak perempuan? Dimana ia bisa memperoleh pertolongan atau
mengadukan nasibnya? Karena apabila banyak pihak tak peduli pada kondisi
demikian, maka yang akan terjadi perempuan yang menjadi korban kriminalitas
juga kekerasan akan membuat traumatic seumur hidupnya, drespresi atau stress
berkepanjangan.
Ada beberapa bentuk kekerasan pada
perempuan yakni:
- Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah tindakan
yang sering dialami oleh kaum perempuan dari kaum laki-laki. Dan bentuknya
sangat beragam mulai dari ungkapan verbal seperti komentar, gurauan yang jorok/
tak senonoh atau mencolek, meraba, mengelus, memeluk, bahkan hanya sekedar
menunjukkan gambar porno atau jorok, serangan dan paksaan yang tak senonoh
(indecent assault) seperti memaksa mencium, memeluk, mengancam akan menyulitkan
perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual hingga perkosaan.
Pelecehan seksual ini bisa terjadi
di tempat kerja, tempat umum bahkan bisa terjadi rumah tangga sekalipun. Bila
di tempat kerja, laki-laki yang kebetulan bertindak sebagai pimpinan, majikan
boss merasa pihak superior yang bisa dengan mudahnya perlakukan bawahan yakni
pihak perempuan dengan sekehendak hati, dan ini ternyata menduduki porsi yang
cukup tinggi. Dan yang berikut terjadi di tempat umum, misalnya bus kota,
kampus, jalanan bahkan di pasar sekalipun.
- Perkosaan
Perkosaan adalah kekerasan yang
paling bayak dialami perempuan, setelah pelecehan seksual. Ternyata ada
beberapa hal yang tak banyak diketahui berkaitan dengan fenomena perkosaan,
misalnya ditinjau dari cara melakukannya perkosaan tak hanya dengan cara
pemaksaan, ancaman, bujukan atau janji-janji bisa juga dengan obat-obatan yang
membuat tak sadarkan diri. Ini dilakukan bukan semata-mata penetrasi biasa,
namun juga biasa melalui sodomi dan oral seks. Ditinjau dari pelaku bisa
dilakukan satu orang atau lebih (gang rape), dilakukan oleh orang dikenal atau
tidak dikenal, namun sangat disayangkan banyak perkosaan terjadi malah
dilakukan oleh orang yang sudah dikenal baik oleh korban. Korbannya bisa dari
usia anak-anak (balita) sampai lansia. Adakalanya perkosaan dilakukan oleh
anggota keluarga (incest), atau (Marital rape) perkosaan yang dilakukan suami
terhadap istri, dan bisa jadi Dating rape yakni perkosaan dilakukan oleh pacar
atau teman kencan.
- Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumahtangga sangat
dimungkinkan terjadi dalam perkawinan.Hal ini karena adanya keyakinan bahwa hak
seorang suami sebagai seorang pemimpin dan kepala keluarga, dalam hal
“mendidik” istri dan keluarga agar patuh dan sesuai dengan keinginannya
seringkali diposisikan secara berlebihan. Manakala memukul, memperingatkan
secara kasar, menghandrik atau perlakukan menyakiti sacara fisik atau psikis
sudah menjadi alasan “pembenar” dengan alasan mendidik tadi.
Semua kekerasan pada perempuan yang
dilakukan laki-laki yang berbuat criminal dan sekaligus melakukan kekerasan
seperti melukai, melakukan pelecehan seksual atau bahkan memerkosa, juga
kekerasan yang dilakukan tanpa terlebih dahulu diawali dengan perkara criminal,
pada dasarnya semuanya mempunyai dampak buruk dan luar biasa pada perempuan.
Secara umum bagi yang mengalami pelecehan, pemerkosaan atau KDRT itu mengalami
dampak jangka panjang atau jangka pendek. Mulai dari gangguan fisik, luka organ
reproduksi dan bagian tubuh karena perlawanan saat penganiayaan, juga dampak
secara psikis, dan ini bisa mulai dari gangguan emosi ringan seperti rasa malu,
marah, jengkel, terhina sampai sulit tidur (insomnia) dan kehilangan
nafsu makan (lost appetite), hingga sampai presepsi negative terhadap
laki-laki atau seks.
Bila penangan kurang tepat dari
sekelilingnya atau orang-orangnya dekatnya korban kriminalitas dan kekerasan
ini bisa mengalami trauma (luka jiwa) hingga bisa mengalami depresi (stress)
dan mulai pada dampak yang lebih tinggi yakni, mimpi buruk agresi, tak mampu
mengontrol pemunculan ingatan-ingatan peristiwa mengerikan, gangguan
reproduksi, misalnya siklus haid yang tak tentu juga infertilitas, kekacauan
ingatan atau sampai mati rasa dan gejala ini dikenal sebagai Dialetika Trauma,
yang menyebabkan penderita ingin bunuh diri bahkan hilang ingatan.
Untuk itu diharapkan keluarga dekat
dan orang-orang sekitarnya peduli dengan penuh kasih sayang berikan pertolongan
yang tepat, bukan sebaliknya malah menyalahkan dan membiarkannya. Hubungi
kepolisian untuk mendapatkan kepastian hukum, bawa ke tenaga kesehatan atau
rumah sakit untuk sembuhkan luka fisiknya dan dibawa ke konseling, atau
psikoterapi untuk sembuhkan trauma dan luka jiwanya. Dampingi terus menerus
untuk tunjukkan bahwa korban tidaklah sendiri, untuk proses kesembuhan fisik
dan psikis . Bekali para perempuan hal-hal yang sederhana untuk menghindari
atau menolong dirinya sendiri saat terjadi tindak criminal atau kekerasan,
dengan menambah wawasan tentang bela diri juga hal-hal menangkis kejahatan. Dan
pastikan juga para perempuan untuk tidak berpakaian, berperilaku dan membawakan
diri yang sekiranya mengundang tindak criminal dan kekerasan pada dirinya. Yang
terakhir tentunya hiasi setiap langkah dan perbuatan dengan banyak dzikir dan
doa, karena sesungguhnya hanya Dialah Maha Penolong dari kejahatan yang
tersembunyi ataupun nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar